Kiprah para mantan elite TNI itu umumnya tidak berisi pendidikan politik yang positif bagi bangsa dan rakyat Indonesia.
"Pernyataan para purnawirawan yang punya nama dan capaian hebat itu tak lebih bagus ketimbang para politisi Senayan, para jurkam parpol, atau bahkan para pemandu sorak di jalanan," ujar ilmuwan politik, Muhammad AS Hikam, dalam opini yang ditulisnya di halaman facebook pribadi beberapa saat lalu (Kamis, 12/6).
Pernyataan mereka, lanjut Hikam, begitu rendah kualitasnya karena tidak lagi berdasarkan nalar yang sehat, tetapi ambisi dan kepentingan politik. Mereka saling bongkar satu sama lain di ruang publik dan disaksikan oleh publik di dalam maupun luar negeri.
"Bagaimana mungkin rakyat dan bahkan para prajurit akan mempercayai para senior militer yang seperti ini? Saya khawatir jangan-jangan segala macam kehebatan dalam prinsip, semboyan, dan idealisme militer kita nanti ujung-ujungnya hanya sebagai mitos belaka," ujar Hikam.
Diakuinya, para mantan Jendral punya hak penuh menjadi pendukung para pasangan capres dan terlibat kampanye pemenangan mereka. Tetapi seharusnya mereka juga menjadi contoh bagi rakyat bahwa ketika mereka berpolitik pun tetap konsisten dengan prinsip-prinsip utama yang membuat mereka selama ini diakui dan dihormati.
"Jangan sampai karena kepentingan dukung mendukung, para mantan Jenderal justru merendahkan diri sendiri dan berpotensi merendahkan martabat TNI dan atau Polri," tegasnya.
Suara kecewa yang senada dengan Hikam jauh hari sebelumnya juga diutarakan Panglima Kodam V/Brawijaya Mayjen TNI Eko Wiratmoko. Ia mengaku prihatin dengan perilaku para seniornya yang sudah pensiun dan kini memilih jalur politik.
Eko menyesali, para seniornya tanpa merasa berdosa justru membuka aib TNI. Mereka seperti lupa Sapta Marga dan Sumpah Prajurit yang seharusnya tertanam sampai wafat.
[ald]
BERITA TERKAIT: