Karena, sebagai cawapres yang diusung oleh PDI Perjuangan, seharusnya Jusuf Kalla alias JK seharusnya paham apa yang dikatakan oleh Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, saat berpasangan dengan Prabowo di Pilpres 2009.
Calon Presiden (saat itu) Megawati Soekarnoputri menjawab pertanyaan dari seorang penanya dalam forum silaturahim dan makan bersama dengan para rektor, pengusaha, guru, dan tokoh masyarakat di The View Kota Bandung, Sabtu malam 20 Juni 2009.
Penanya bertanya kepada Mega soal sikap diam Prabowo yang tidak pernah menjelaskan secara gamblang seputar tragedi Mei 1998.
Pertama-tama menjawab itu, Mega mengingatkan bahwa sesungguhnya dirinya pun adalah korban pelanggaran HAM oleh rezim Orde Baru, termasuk kasus 27 Juli. Dikutip dari beberapa pemberitaan, salah satunya di
Kompas.Com, kala itu Mega mengajak segenap bangsa untuk menghilangkan rasa benci dan dendam dalam menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu.
Mega pun menjelaskan, jika hukum harus ditegakkan maka bisa jadi tidak akan ada pihak yang puas. Namun kalau Prabowo terus dicecar, menurut Mega, Prabowo pun punya hak membela diri karena mantan Danjen Kopassus itu hanya "korban" seperti dirinya.
"Saya tahu di balik itu ada diri orang lain. Sama seperti saya. Saya victim, korban. Kalau saya bilang, berapa orang saya buka untuk bisa balas dendam. Jadi diam sajalah. Kita kembalikan saja kepada Yang Di Atas," ujar Megawati.
Lalu, mengapa jawaban dari Mega itu seolah belum memuaskan dahaga JK yang notabene diusung PDI Perjuangan dan kawan-kawan?
Bagaimanapun, peluru sudah dikeluarkan. Sebagian kalangan menilai pertanyaan dari JK itu akan menjadi bumerang. Pengamat politik Yunarto Wijaya, yang menanggapi debat itu lewat twitternya, meyakini, kalau cecaran kepada Prabowo diteruskan maka Prabowo lah yang akan menunggak keuntungan berupa simpati dari publik.
Mari kita serahkan kepada rakyat untuk menilai.
[ald]
BERITA TERKAIT: