Sebenarnya, lonjakan harga sejumlah bahan pangan itu sebetulnya bisa diselesaikan hanya dalam tempo dua pekan. Syaratnya, pemerintah harus mengurus negara dengan hati dan dengan garis keberpihakan kepada rakyat yang kuat. Tapi kenyataannya adalah kebalikannya. Pengelola negara terjebak oleh kelompok kepentingan, sehingga tidak berani mengambil kebijakan terobosan yang menguntungkan rakyat.
Itulah sekelumit pokok pikiran dari ekonomi senior Indonesia, Rizal Ramli, mengenai semakin tingginya harga bahan pokok yang menekan ekonomi sehari-hari rakyat. Menurut dia, bila kepentingan kelompok tertentu tetap dikedepankan pemerintah, maka negara akan masuk lingkaran tiada ujung yang merugikan rakyat.
Dalam sebuah dialog kemarin malam, yang bertema "Gus Dur dan Ekonomi Rakyat", di Wahid Institute, Jakarta, mantan Menko Perekonomian ini menegaskan, salah satu contoh persekongkolan busuk pemerintah dengan kartel adalah sistem kuota impor daging.
Sistem kartel menyebabkan harga gula pasir, daging sapi, kedelai dan komoditi pangan lainnya di Indonesia nyaris dua kali lebih mahal dibandingkan harga internasional. Para pemain kartel itu menggunakan sebagian keuntungannya yang sangat besar itu untuk menyogok para pejabat dan membiayai partai-partai korup.
"Ini semua terjadi karena pejabat tidak mengurus negara berdasarkan keberpihakan kepada rakyat. Mereka telah buta mata hatinya," papar Rizal.
Lebih lanjut, capres alternatif ini menegaskan, ada hubungan sangat kuat antara keberpihakan dan ideologi. Keberpihakan almarhum Gus Dur yang sangat kuat terhadap rakyat adalah refleksi ideologis Gus Dur yang kerakyatan dan cinta keadilan.
Dia tegaskan, jumlah orang mau mendobrak sistem korup itu memang kalah jauh dibandingkan dengan orang-orang yang hanya berorientasi pada pragmatisme, harta dan kekuasaan. Namun, jika hati orang-orang itu sudah menyatu (
conspiration of the hearts), pasti perubahan akan terjadi untuk membawa Indonesia menjadi lebih baik dan rakyat akan lebih sejahtera.
[ald]
BERITA TERKAIT: