"Percuma saja kalau Demokrat hanya menjadikan konvensi sebagai cap stempel bagi capres "putra mahkota" karena belum tentu laku dijual ke rakyat. Dengan begitu, capres tersebut juga tak akan mampu menjadi faktor penentu untuk meningkatkan elektabilitas Demokrat," ujar analis politik dari POINT Indonesia, Karel Susetyo, kepada
Rakyat Merdeka Online, Jumat (14/6).
Dikatakan dia, instrumen survei secara nasional memang mampu memotret popularitas, elektabilitas dan tingkat kesukaan pemilih pada para capres peserta konvensi. Tapi sebaiknya survei yang dilakukan harus bersifat komprehensif dengan memperhitungkan kemampuan sang figur capres untuk menjadikan Demokrat sebagai pemenang pemilu seperti pada pemilu 2009 lalu.
Untuk itu, saran dia, komite konvensi perlu terlebih dahulu memasukkan unsur "pro rakyat" pada setiap peserta konvensi. Apa yang pernah dibuat dan dikorbankannya untuk rakyat? Lalu seperti apa komitmennya selama ini dalam memperjuangkan nasib rakyat? Dengan begitu, konvensi dapat menghasilkan capres yang pro rakyat.
"Jangan kemudian konvensi hanya dimenangkan oleh figur yang berbasis pencitraan belaka, tanpa jelas komitmen kerakyatannya. Bagaimanapun citra dapat dibentuk dalam sekejap, apalagi kalau di dukung financial yang besar. Sedangkan rekam jejak kerakyatan seorang figur hanya bisa dibangun dengan pengalaman panjang dan komitmen yang kuat," tandasnya.
[rsn]
BERITA TERKAIT: