"Minta KPK menyelidiki siapa saja pejabat yang disogok oleh mafia migas," kata ekonom senior DR. Rizal Ramli, ketika menjadi pembicara Diskusi Dialektika Demokrasi bertema "BLT Untuk Kepentingan Rayat atau Parpol?" di Press Room DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (16/5).
Calon presiden paling ideal versi Lembaga Pemillih Indonesia (LPI) itu mengaku prihatin pemerintah tidak mau kreatif dan tidak pernah mau belajar dari pengalaman. Apa yang disebut sebagai 'subsidi' di sektor energi sebagian besar adalah subsidi untuk inefisiensi dan KKN di sektor energi.
"Kenapa rakyat yang harus menanggung beban dari kesalahan kebijakan dan praktik KKN yang merugikan keuangan negara?" tukas Menko Perekonomian di era Presiden Abdurrahman Wahid ini.
Menurut Rizal Ramli yang juga dinobatkan sebagai presiden alternatif versi The President Centre ini, banyak solusi alternatif selain menaikkan harga BBM yang pasti akan membuat beban rakyat semakin berat. Di antaranya, harus ada komitmen yang kuat untuk mengurangi inefisiensi, KKN, dan markup biaya-biaya di sektor energi dengan jadwal dan target-target kwantitatif yang jelas.
"Pemerintah juga harus meningkatkan penggunaan gas dalam pembangkit listrik secara nasional dari 23 persen saat ini jadi 30 persen dalam waktu dua tahun. Mengurangi penggunaan generator diesel, yang merugikan PLN Rp 37 trilliun per tahun. Selain itu, harus mengalihkan ke pembangkit yang menggunakan BBM ke batubara, gas, air, dan geothermal secepatnya," ungkap ikon perubahan yang di kalangan nahdiyin kerap disapa Gus Romli ini.
Masih seputar solusi alternatif, Ketua Aliansi Rakyat untuk Perubahan (ARUP) tersebut juga menyarankan perlunya membangun kilang dengan kapasitas 300 ribu hingga 400 ribu barrel dalam dua tahun. Pembangunan kilang akan menurunkan 40 sampai 50 persen biaya produksi solar, premium, dan minyak tanah. Pembangunan kilang juga akan menghemat penggunaan devisa, mengurangi tekanan terhadap defisit transaksi berjalan dan menciptakan lapangan kerja. Juga tingkatkan cost control, dengan memperbaiki metode dan transparansi kontraktor migas sehingga mengurangi cost recovery yang selama ini terus naik 25 persen dalam dua tahun.
Terkait Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM), yang oleh banyak pihak dipelesetkan menjadi balsem, sejenis obat gosok untuk masuk angin atau keseleo, Rizal Ramli yang juga anggota tim panel ahli Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menyatakan, balsem hanya berfungsi meredakan penyakit ringan untuk sementara waktu. Balsem tidak pernah menyembuhkan akar penyakit yang diderita. Rakyat Indonesia butuh pekerjaan, butuh penghasilan yang lebih tinggi.
"Jadi, tak pelak lagi, BLSM adalah money politic in grand scale. Politik uang dalam skala besar. Ini yang harus dicegah," tukasnya.
Menurut Rizal Ramli, sejak dikembangkannya demokrasi prosedural di Indonesia, praktik money politic terjadi dengan sangat luar biasa. Sumber dana yang digunakan untuk kepentingan ini adalah APBN.
"Pada 2008 secara terpisah saya diundang tiga fraksi di DPR untuk memberi masukan seputar money politic. Waktu itu saya usulkan ketiga fraksi itu fight supaya APBN 2009 mengalami surplus Rp 1.000. Mereka berjanji akan berjuang untuk ini. Namun ketika APBN 2009 disahkan, tetap ada surplus 2,5 persen yang merupakan pinjaman dari Bank Dunia. Nah, duit inilah yang kemudian digunakan untuk menyogok rakyat lewat BLT," paparnya.
[dem]