"Penahanan klien kami tidak sah karena dasar eksekusi yang dipakai kejaksaan adalah putusan yang batal demi hukum. Putusan tidak memenuhi Pasal 197 KUHAP," kata Otto Hasibuan, pengacara Anand, dalam keterangan persnya, Rabu (27/3).
Dia mengatakan gugatan pra peradilan melawan eksekusi yang dilakukan Kejaksan Negeri Jakarta Selatan sudah didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hari ini.
Otto mengatakan pihaknya sudah menyampaikan beberapa kali kepada pihak kejaksaan bahwa dasar eksekusi kliennya adalah putusan batal demi hukum. Namun, pihak kejaksaan tetap saja melakukan eksekusi paksa dengan cara-cara melawan hukum.
"Pak Anand sebagai warga Negara yang baik menjalani (eksekusi), tapi dengan protes," tegas dia.
Prashant Gangtani, putra Anand Krishna menambahkan, eksekusi yang dilakukan Kejaksaan sebagai abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaaan. Mengeksekusi putusan batal demi hukum sama dengan tidak taat pada hukum.
"Sebagai instansi negara seharusnya mereka memberi contoh yang baik untuk tidak melakukan tindakan melawan hukum," imbuh Prashant.
Penegasan keharusan untuk terpenuhi pasal 197 ayat 1 dalam mempidanakan seseorang telah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi tanggal 22 November 2012. Bahkan Komisi III DPR secara spesifik meminta kejagung untuk melaksanakan putusan MK ini agar memenuhi rasa keadilan masyarakat dan tatanan hukum di Indonesia.
Sebelumnya, pada surat tertanggal 9 November 2012, Komnas HAM telah mengeluarkan rekomendasi yang menyatakan bahwa putusan MA adalah putusan yang cacat hukum dan ada indikasi pelanggaran HAM yang terjadi kepada Anand Krishna.
Anand Krishna dieksekusi paksa oleh tim kejaksaan di Bali bulan lalu(16/2). Tim membawa Anand Krishna ke Jakarta dan menahannya di LP Cipinang. Eksekusi didasarkan atas dasar putusan MA yang diketok oleh salah satunya, mantan Hakim Agung Achmad Yamanie yang telah diberhentikan secara tidak hormat akhir tahun lalu.
Sementara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Anand Krishna divonis bebas oleh Hakim Albertina Ho pada 22 Novomber 2011.
[dem]