Politik Gaduh di Tengah Kinerja Positif, Kok Bisa?

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ade-mulyana-1'>ADE MULYANA</a>
LAPORAN: ADE MULYANA
  • Selasa, 04 Desember 2012, 15:31 WIB
Politik Gaduh di Tengah Kinerja Positif, Kok Bisa?
sbby/rmol
rmol news logo Dalam CEO Forum di Jakarta belum lama ini, dunia usaha menyimpulkan kondisi ekonomi Indonesia pada posisi yang baik dengan proyeksi optimis di tahun depan. Keyakinan itu dapat dilihat dari postifnya investment grade, angka pertumbuhan, suku bunga dan stabilitas. Hanya saja, momentum tersebut sedikit terhambat akibat adanya kegaduhan politik yang menguras energi. Kegaduhan dimaksud adalah konflik antar lembaga politik yang menguras energi dan cenderung berbau politisasai.

Menanggapi hal tersebut, Staf Khusus Presiden, Dr. A Yani Basuki, menegaskan kegaduhan politik, diakui atau tidak, memang mengganggu iklim yang sudah positif sekarang ini. Presiden SBY pun berkali-kali menekankan dalam sidang kabinet bahwasannya kita bisa mencapai lebih dari yang ada hari ini jika semua elemen politik bersatu dan mengedepankan kepentingan nasional.

Lebih jauh Yani yang menjadi pembicara dalam Bedah Buku ‘Memimpin di Era Politik Gaduh’ di Auditorium IAIN Sunan Ampel Surabaya, Selasa (4/12), menjelaskan bahwa dalam reformasi saat ini kekuasaan politik tak lagi berpusat di eksekutif seperti era orde baru. Akibatnya semua pihak merasa memiliki "hak mengatur negara" dan ingin eksis guna menunjukkan kekuatannya. Ditambah dengan adanya iklim kebebasan sekarang ini, parade aksistensi tersebut justru mengarah pada show of power dan kurang mengabaikan pentingnya soliditas.

"Oleh karena itu, saya menyambut baik dan tepat buku ini (Memimpin di Era Politik Gaduh) dibahas di IAIN Sunan Ampel. Kenapa demikian? Sebab IAIN masih menjadi tempat bersemainya nilai-nilia luhur seperti moral, persatuan, kebangsaan yang semuanya terkandung dalam Pancasila," ujar Yani.

Alumnus IAIN Sunan Ampel itu mengingatkan, tujuan utama perubahan (reformasi) adalah memperkuat sendi-sendi kebangsaan dan keberpihakan kepada rakyat. Kita memaknai reformasi jangan hanya dilihat sebagai perubahan, tetapi juga adanya change and continuity sekaligus. Jika hanya mengakomodir perubahan tanpa memikirkan keberlanjutan, maka yang terjadi hanyalah kegaduhan seperti saat ini.

"Ini yang harus dimaknai kembali oleh IAIN, bahwa di balik kekuasaan tentu ada tanggung jawab," tambah Yani.

Asisten Staf Khusus Presiden, yang juga penulis buku "Memimpin di Era Politik Gaduh", Zaenal A Budiyono, mengatakan bahwa sulit mencari alasan yang paling tepat untuk menjelaskan mengapa dunia politik kita sangat gaduh seperti sekarang ini. Ia mengatakan dalam teori politik konflik tajam antar kelompok politik terjadi bila pemerintah (atau rejim) gagal menjalankan tujuan pembangunan atau negara tengah berada pada krisis. Sementara yang terjadi di Indonesia sejauh ini menggambarkan kita justru berada pada posisi yang cukup baik dan stabil.

"Kita bisa melihat sejumlah data yang menunjukkan pembangunan bangsa ini on the right track. Misalnya, alokasi anggaran pendidikan dan kesehatan yang naik signifikan dari tahun ke tahun," ujarnya.

Pada 2002 anggaran pendidikan nasional hanya sekitar 3,8% dari APBN atau Rp. 13,6 triliun. Pada 2009 jumlah tersebut naik 6 kali lipat, menjadi 20% dari APBN, yang nilainya sekitar Rp. 207,41 triliun. Dan tren tersebut terus dipertahankan, hingga pada 2012, anggaran pendidikan kembali meningkat menjadi Rp. 286,9 triliun. Di bidang kesehatan, kenaikan tajam anggaran juga diterjadi. Jika pada 2004 alokasi APBN untuk kesehatan baru sekitar Rp 5,8 triliun, maka jumlah ini meningkat hampir empat kali lipat pada 2009, menjadi sekitar Rp. 20,3 triliun. Komitmen untuk memberikan pelayanan kesehatan gratis bagi rakyat miskin juga makin terlihat dalam anggaran kesehatan 2012, yang terus meningkat menjadi Rp 29,915 triliun.

Indikator positif di dalam negeri di atas juga linear dengan pencapaian kita di dunia internasional. Citra Indonesia yang sempat terpuruk di akhir era orde baru, beberapa tahun terakhir makin membaik. Dampak langsung yang kita rasakan, Indonesia dipercaya oleh negara-negara lain untuk menduduki berbagai pos penting di PBB. Bahkan Indonesia juga dipercaya masuk ke dalam Dewan HAM PBB dan Dewan Keamanan. Sesuatu yang di masa lalu sangat mustahil, mengingat track record kita yang dianggap sebagai negara pelanggar HAM. Terbaru, Oktober 2012, Global Microcredit Summit Campaign, sebuah NGO internasional memberikan penghargaan kepada Presiden SBY atas keberhasilan kebijakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dalam mendukung kegiatan ekonomi mikro (UMKM).

"Masih banyak awards dan penghargaan yang "mampir" ke Indonesia sepanjang delapan tahun terakhir. Apa artinya? Bahwa dunia melihat kita berada pada jalur yang benar dalam pembangunan. Tidak mungkin lembaga-lembaga kredibel tersebut memberikan penghargaan jika kita tidak mencapai sesuatu," tutup Zaenal. [dem]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA