Hal itu disampaikan Kepala Pusat Pengkajian Maritim Sekolah Staf dan Komando TNI AL (Pusjianmar Seskoal) Laksma TNI Salim dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) terkait RUU tentang Pengesahan Persetujuan Antara Pemerintah RI dan Pemerintah Republik Sosialis Vietnam tentang Penetapan Batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 29 April 2025.
“Pemerintah didorong untuk menjalankan hak berdaulat secara aktif, mengamankan wilayah laut dari eksploitasi ilegal oleh nelayan asing khususnya Vietnam. Catatan pentingnya, nelayan Vietnam telah mengambil hasil dari wilayah laut yang seharusnya berada dalam kontrol nelayan Indonesia. Ini menunjukkan perlunya aksi nyata pemerintah,” ucap Salim.
Perwira Tinggi AL yang merupakan ahli filsafat ini pun mengkritisi draf naskah akademik RUU tersebut. Menurut dia, diperlukan konsistensi dan keutuhan dalam pengutipan dari konstitusi.
“Dianjurkan agar penulisan kutipan dari UUD 1945 dan UU yang berlaku ditulis secara lengkap untuk menghindari bias pemahaman dan persepsi yang berbeda. Hal ini penting untuk menjaga akurasi interpretasi khususnya mengenai konsep bentuk negara dan kedaulatan maritim,” jelasnya.
“Naskah akademik ini terutama di bab satu hampir salah semua. Jadi di kajian ini hanya mendefinisikan teori, belum terkait dengan akar permasalahan,” tambahnya.
Rapat yang dipimpin Wakil Ketua Komisi I DPR Utut Adianto itu menyambut baik masukan dari Kapusjianmar tersebut. Ia menilai ada pola yang tidak sesuai dilakukan Kementerian Luar Negeri saat ini.
“Sebenarnya apa yang disampaikan Pak Salim itu benar sekali. Ini untuk perbaikan ke depan. Jadi saudara Andreano Erwin (Direktur Hukum dan Perjanjian Kewilayahan Kemenlu RI), kalau mau melakukan kerja sama kalau bisa diinfo ke sini,” ucap Utut.
Selain Kapusjianmar dan Direktur Hukum dan Perjanjian Kewilayahan Kemenlu RI, hadir juga Direktur Kerjasama Bakamla, Laksma TNI Askari.
BERITA TERKAIT: