"Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat, keduanya mesti bertangggungjawab mencegah agar hal seperti ini tidak marak dan ditiru di wilayah lain di negeri ini,†tulis pakar politik, Muhammad AS Hikam, di halaman facebooknya, beberapa saat lalu (Rabu, 20/1).
Baca:
Rakyat Sudah Main Bakar, Main Kayu
Mantan menteri di era Presiden Gus Dur ini setuju bila Gafatar diminta mempertanggungjawabkan kegiatan-kegiatannya secara hukum. Belakangan, organisasi ini diduga telah melakukan berbagai kegiatan yang menyimpang dan dikaitkan dengan kasus-kasus menghilangnya para pengikutnya dan berpindah ke Kalimantan Barat untuk membuat komunitas eksklusif.
"Tetapi saya tidak setuju jika cara-cara yang digunakan oleh massa adalah dengan merusak seperti yang terjadi di Kalbar,†tegasnya.
Di Indonesia, lanjut Hikam, potensi munculnya kelompok-kelompok seperti Gafatar sangat besar karena kemajemukan masyarakat dan juga berkembangnya berbagai pemikiran dan ideologi yang dianggap berlawanan dengan arus utama. Konflik sosial akibat fenomena ini dengan mudah tersulut. Jika ditumpangi oleh kepentingan tertentu, bisa merusak hubungan sosial yang harmonis dan mengganggu ketertiban serta keamanan masyarakat.
"Gafatar hanya salah satu dari kelompok 'pinggiran' (fringe groups) yang kita jumpai di negeri ini," terang tokoh intelektual Nahdlatul Ulama ini.
Hikam mengatakan, seharusnya pemerintah dan alat negara cepat tanggap dan hadir dalam mengantisipasi dampak negatif, baik yang muncul dari kelompok ini maupun dari reaksi massa.
Hal itu karena ajaran dan kegiatan yang dimiliki kelompok seperti Gafatar acap menciptakan ketersinggungan, kesalahpahaman, kecurigaan, dan kemarahan di dalam masyarakat, apalagi jika isu-isu terkait agama menjadi bagian dari persoalan.
[ald]