Tuduhan salah tangkap itu bermula dari aksi Densus 88 meringkus empat orang terduga teroris di Solo pada 29 Desember 2015. Ternyata, dua di antara mereka tidak terbukti terlibat terorisme. Sayangnya, kedua korban salah tangkap itu mengaku sempat mendapat perlakukan tidak manusiawi oleh pihak Densus.
Kapolri menegaskan, apa yang dilakukan Densus 88 dalam peringkusan itu sudah sesuai prosedur standar.
"Kalau kami men-TO pelaku, kemudian dalam satu lokasi penangkapan ada satu dua tiga empat orang, pasti semuanya kami bawa. Polisi berwenang penyelidikan sampai satu minggu. Kalau satu minggu tidak kita temukan ada pidana yang bisa kita tersangkakan, tentu dilepas," ujar Badrodin di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (8/1).
Dia juga menegaskan tindakan keras terhadap para terduga teroris, termasuk pemborgolan, sudah sesuai standar yang diberlakukan terhadap semua pelaku kejahatan.
"Kalau tidak diborgol lalu melakukan perlawanan, bagaimana? SOP-nya seperti itu," tegas Badrodin.
Namun dia tidak keberatan jika para korban salah tangkap Densus 88 meminta rehabilitasi atau pemulihan nama baik mereka jika ditemukan kesalahan prosedur dalam penangkapan mereka.
"Ya, boleh silakan saja direhabilitasi," ucap Kapolri.
[ald]
BERITA TERKAIT: