Direktur Eksekutif Human Studies Institute (HSI), Rasminto, mendorong pemerintah melakukan upaya serius melalui kebijakan yang berpihak pada petani untuk menghadapi tantangan ketahanan pangan nasional.
Ia menekankan bahwa kesejahteraan petani harus menjadi prioritas utama dalam setiap perumusan kebijakan pertanian di Indonesia.
“Kebijakan yang berpihak pada petani merupakan kunci dalam menjaga ketahanan pangan nasional dan menjamin keberlanjutan sektor pertanian di tengah tantangan modernisasi,” ujar Rasminto dalam keterangan yang diterima redaksi, Rabu (25/4).
Rasminto menggarisbawahi urgensi untuk meminimalisasi penggunaan pupuk dan pestisida kimiawi dalam sektor pertanian.
"Ketergantungan yang berlebihan pada bahan kimia dalam sektor pertanian tidak hanya merusak tanah dan lingkungan, tetapi juga membebani petani dengan biaya produksi yang tinggi," jelasnya.
Ia pun mendorong pemerintah untuk melakukan akselerasi transisi menuju praktik pertanian berkelanjutan, dengan lebih banyak menggunakan pupuk organik dan metode pertanian ramah lingkungan.
“Penggunaan bahan kimia yang terus-menerus tidak hanya berdampak buruk pada kesehatan tanah, tetapi juga mengurangi produktivitas lahan dalam jangka panjang. Selain itu, banyak petani kita terpapar penyakit keganasan akibat paparan residu dari pupuk dan pestisida kimiawi," beber dia.
Baginya, petani membutuhkan dukungan untuk beralih ke metode pertanian yang lebih berkelanjutan.
"Penting sekali edukasi dan bantuan teknis bagi para petani dalam menerapkan teknologi pertanian ramah lingkungan, guna mengurangi dampak negatif pada lahan pertanian dan kesehatan bagi petani sendiri", tegasnya.
Selain itu, Rasminto menyoroti persoalan alih fungsi lahan pertanian yang semakin mengkhawatirkan. Ia menilai, fenomena ini menjadi salah satu ancaman serius terhadap ketahanan pangan nasional.
"Kita perlu moratorium alih fungsi lahan pertanian, khususnya lahan persawahan. Pemerintah harus tegas dalam melindungi lahan produktif agar tidak berubah menjadi area komersial atau industri", urainya.
Akademisi Geografi Universitas Islam 45 (Unisma) ini juga menyatakan bahwa lahan persawahan merupakan sumber utama produksi pangan di Indonesia.
"Namun, faktanya lahan pertanian terus menyusut akibat alih fungsi untuk keperluan non-pertanian", tandasnya.
Rasminto mengingatkan, tanpa moratorium yang jelas, Indonesia bisa kehilangan kapasitas produksinya untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri.
"Moratorium alih fungsi lahan harus diiringi dengan kebijakan revitalisasi lahan-lahan pertanian yang sudah terdegradasi. Hal ini sejalan dengan program cetak 1 juta ha Kementan", jelasnya.
Ia pun berharap, pemerintah perlu mendukung upaya restorasi lahan yang rusak akibat penggunaan bahan kimia atau eksploitasi berlebihan.
"Langkah ini penting untuk menjaga produktivitas pertanian di masa depan, Kementan harus prioritaskan program ini jika tidak mau Indonesia mengalami krisis pangan di masa depan,” harapnya.
BERITA TERKAIT: