Deklarasi Djuanda merupakan bagian dari sejarah nasional Negara Kepulauan. Konstitusi Pasal 33 ayat(3) dan (4) UUD 1945 yang mengatur bahwa sumber daya kepulauan dikuasakan kepada negara untuk dipergunakan secara berkelanjutan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia.
Penggiat sejarah JJ Rizal menjelaskan Deklarasi Djuanda sebagai proklamasi ketiga setelah Sumpah Pemuda 1928 sebagai Negara Bangsa, Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 1945 dan Deklarasi Djuanda 1957.
“Pulau kecil adalah artefak sejarah yang hidup karena sejarah panjang Indonesia sebagai Negara Laut bertaburan pulau. Jika membolehkan pertambangan di pulau kecil terjadi, maka itu adalah sebuah pengkhianatan proklamasi Indonesia sebagai negara kepulauan,” kata JJ Rizal.
“Indonesia memiliki sejarah dan budaya kelautan mulai dari pertempuran melawan kolonial yang terjadi di perairan laut yang menjadikan pulau kecil tersebut sebagai benteng pertahanan melawan kolonial,” tambahnya.
Sambung dia, Deklarasi Djuanda adalah proklamasi yang menyatukan tanah dan air sebagai satu kesatuan yang terhubung dimana laut utama beserta pulau-pulaunya sebagai gerbang terdepan adalah paradigma.
“Membolehkan pertambangan di pulau kecil seakan pengulangan sejarah kolonialisme, dimana perusahaan tambang mengeruk dan menghisap sumber daya yang kemudian menggusur dan mengusir rakyat di pulau kecil,” tegas Rizal.
Sementara itu, Koordinator Sekretariat KORAL, Mida Saragih menyebutkan, terhadap pulau-pulau kecil, negara harus ecara tegas menunjukkan keberpihakan dan kehati-hatian dalam pengelolaan.
“Sebab pulau kecil selain memiliki potensi biodiversitas, juga merupakan ruang hidup bagi petani, nelayan dan masyarakat pesisir. Pulau-pulau kecil juga memiliki kerentanan ekologis,” ungkap Mida.
Lanjut dia, mengeruk pulau kecil beserta sumber dayanya adalah sama saja dengan merusak ekologi pulau kecil, melemahkan perekonomian petani dan nelayan.
“Sudah tidak dapat ditawar bahwa MK harus pertahankan pulau-pulau kecil dengan melarang secara mutlak penambangan di pulau-pulau kecil, demi menjaga keutuhan Negara Kepulauan sebagaimana diamanatkan dalam Deklarasi Djuanda dan Konstitusi RI,” bebernya.
Deklarasi Djuanda diadopsi melalui UU No. 4/PRP/ 1960 tentang Perairan Indonesia. Implikasinya adalah NKRI yang sepenuhnya berdaulat, menjadikan Indonesia sebagai negara dengan garis pantai terpanjang di dunia. Kemudian luas wilayah Republik Indonesia bertambah 2,5 kali lipat dari 2.027.087 km² menjadi 5.193.250 km².
Dengan dasar perhitungan 196 garis batas lurus (straight baselines) dari titik pulau terluar, maka tercipta garis maya batas mengelilingi Indonesia sepanjang 8.069,8 mil laut. Perjuangan Indonesia untuk mendapatkan status Negara Kepulauan berlangsung selama 25 tahun yakni dengan diterimanya “Negara Kepulauan” dalam Konvensi Hukum Laut Tahun 1982.
BERITA TERKAIT: