Kepala Pusat Studi CHED ITB-AD, Roosita Meilani Dewi, menegaskan, penolakan terhadap iklan rokok di acara musik merupakan langkah penting demi melindungi hak atas kesehatan masyarakat. Ini bukan hanya perlawanan terhadap industri tembakau, tetapi juga langkah progresif menuju masyarakat yang lebih sehat dan berdaya.
“Karena itu, mencegah iklan dan promosi rokok di acara musik merupakan cara efektif untuk melindungi generasi muda dari terjerumus ke dalam kebiasaan merokok yang berpotensi merusak kesehatan,” kata Roostia, dalam keterangannya, di Jakarta, Jumat (8/9).
Sementara itu Koordinator Smokefree Jakarta, Dollaris Riauaty Suhadi, menilai pelarangan iklan rokok menjadi solusi efektif dan ekonomis demi melindungi anak-anak dan remaja dari menjadi perokok pemula. Ia menekankan perlunya peran masyarakat dalam mengawasi pelaksanaan aturan di wilayah mereka.
“Pengaturan dan pengendalian rokok yang dilakukan pemerintah daerah adalah wujud dari keberpihakan terhadap perlindungan anak-anak, hak asasi manusia, perlindungan perempuan, dan pemenuhan hak atas kesehatan masyarakat,” kata dia.
Di sisi lain, Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) pun menyuarakan keprihatinan terhadap akses mudah anak-anak terhadap iklan rokok. Meskipun ada larangan di beberapa daerah termasuk DKI Jakarta, implementasinya belum maksimal.
Ketua LPAI, Seto Mulyadi, berharap pemerintah daerah lebih aktif mengimplementasikan dan menegakkan peraturan yang ada.
Senada, peneliti Udayana Center, Putu Ayu Swandewi Astuti, menambahkan, melindungi anak muda dari paparan iklan rokok merupakan langkah penting untuk menciptakan generasi yang sehat secara fisik, mental, dan sosial.
“Negara harus aktif mencegah pengaruh iklan, promosi, dan sponsor rokok yang mendorong anak muda untuk merokok,” katanya.
Sementara Ketua Indonesia Raya, Hery Chariansyah, menekankan, dengan tidak memasang iklan rokok, kita semua berkontribusi mencegah anak-anak dan remaja menjadi perokok pemula.
Menurut data Kementerian Kesehatan, prevalensi merokok pada anak usia 10-19 tahun mengalami peningkatan dari 7,2% pada 2013 menjadi 9,1% pada 2018.
Usia pertama kali merokok paling banyak terjadi pada usia 15-19 tahun (52,1%) dan 10-14 tahun (23,1%). Atlas tembakau Indonesia juga menunjukkan adanya hubungan signifikan antara media iklan rokok dan status perokok pada anak dan remaja.
CHED ITB-AD juga memberikan penghargaan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta atas kebijakan larangan iklan rokok, namun menekankan perlunya implementasi maksimal. Saat ini beberapa penyelenggara even musik masih memperbolehkan iklan rokok, itu menunjukkan perlunya penegakan hukum lebih tegas.
BERITA TERKAIT: