Dialah Deni Iskandar, remaja asal Pandeglang, Banten, yang merupakan satu-satunya alumni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang secara resmi menerima beasiswa dari Nostra Aetate Foundation Disastery Interreligious Dialogue, Vatikan.
Deni yang merupakan murid Abuya Kiyai Ahmad Muhtadi bin Dimyathi al-Bantani, tokoh spiritual muslim yang sangat disegani di Provinsi Banten itu, mendapat tawaran beasiswa dari Universitas Kepausan St THomas Aquinas, Angelicum, yang berlokasi di Roma.
Alumni Fakultas Ushuluddin jurusan Studi Agama-agama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu mengaku tidak menyangka bisa bertegur sapa dengan Paus Fransiskus, langsung, di Basilica Santo Petrus, Vatikan.
"Senang sekali bisa bersalaman dan bertegur sapa dengan Yang Mulia Paus Fransiskus. Apalagi kemarin itu duduknya di bangku paling depan. Tentu itu sebuah kehormatan," jelas Deni, saat pelantikan DPD Ikatan Keluarga Alumni Lembaga Ketahanan Nasional (IKAL Lemhannas) Banten, akhir Juli lalu.
Anggota Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) itu menilai, Paus Fransiskus merupakan sosok
humble dan punya komitmen tinggi membangun perdamaian dunia.
Pertemuan dirinya dengan Paus Fransiskus dalam rangka silaturahmi, sekaligus laporan atas selesainya studi di Nostra Aetate Fondation Disastery Interreligious Dialogue, Vatikan.
"Jadi dalam pertemuan itu, saya silaturahmi, kemudian laporan bahwa saya sudah menyelesaikan studi, baik di Pontifica Universita St Thomas Aquinas-Angelicum, di Pontifica Universita Gregoriana, maupun di Nostra Aetate," urai Deni.
Pemuda dengan panggilan akrab Bung Goler itu menjelaskan, dirinya juga merayu Paus Fransiskus agar berkenan datang ke Indonesia, serta meminta mendoakan Indonesia agar menjadi negara yang kuat, maju dan damai.
"Saya juga bilang, jika ada waktu, Santo Padre Fransiskus harus datang ke Indonesia, saya juga berterima kasih telah mendapat beasiswa lewat Nostra Aetate Foundation. Saya juga bilang, doakan saya dan Indonesia. Kemudian Paus Fransiskus bilang, iya," kata Deni.
Lebih lanjut Deni menjelaskan awal ditawari lanjut studi oleh seorang Pastor bernama Michael Endro, Putut Prabantoro, Melki Laka Lena, serta Paulus Tasik Galle, alumni UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Selanjutnya direkomendasi Uskup Agung Jakarta, Mgr Ignatius Kardinal Suharyo, Uskup Sufragan Bogor, Mgr Paskalis Bruno Syukur OFM.
"Saat ini, baru saya yang studi di Kampus Dewan Kepausan milik Vatikan, di Kota Roma. Insya Allah setelah saya akan ada lagi dari UIN Jakarta. Kita berdoa saja. Saya sangat berterima kasih kepada Bang Melki Laka Lena, Pak Putut Prabantoro, Pak Paulus Tasik Galle, serta Romo Endro, romo andalan saya, termasuk Bapak Kardinal dan Bapak Uskup Bogor," katanya.
Selain itu, Deni mengaku ada beberapa pihak yang membantunya beradaptasi di Roma, yakni Rm Suhermanto dari Lampung, Rm Leo Mali yang baru saja meraih gelar Doktor di Bidang Filsafat di Roma, Rm Paul Hale SSCC yang sedang studi di Roma, Rm YB Rosaryanto OSC, dan Rm Markus Solo Kewuta SVD.
Deni mengaku tertarik melanjutkan studi tentang Gereja Katolik dan Dialog Lintas Agama di Vatikan. Ia menilai, Gereja Katolik pasca Konsili Vatikan II, menjadi lebih moderat, terbuka dan progresif, terlebih dalam hal memajukan dialog lintas agama dengan spirit hidup bersama, secara praktis.
Deni mengaku mendapat beasiswa studi lanjut dari Pontifical University (Universitas Kepausan) Saint Thomas Aquinas "Angelicum" di Roma. Namun untuk studi lanjut belum dapat ia realisasikan, karena kendala biaya hidup dan penginapan.
"Jadi, harus kita akui, Gereja Katolik pasca Konsili Vatikan II lebih terbuka dan progresif. Terlebih dalam hal memajukan dialog lintas agama, dengan semangat
living together," tuturnya.
"Ada banyak dokumen maupun ensiklik Gereja Katolik yang bicara tentang konsep dialog lintas agama, yang terbaru adalah dokumen
Human Fraternity, yakni dokumen apostolik Paus Fransiskus saat bersilaturahmi dengan Grand Syekh Tayyeb, Imam besar Al Azhar, di Abu Dhabi," sambung Deni.
Saat ini, kata dia, alam berubah dan berdampak pada tatanan dunia yang juga sudah berubah. Tantangan semua umat manusia bukan lagi perang antaragama maupun saling hujat dan saling membenci satu sama lain atas nama agama.
Lebih dari itu, kata Deni lagi, tantangan pemeluk agama saat ini adalah kemiskinan, kesehatan global, perubahan iklim dan korupsi, yang sifatnya merugikan banyak orang.
"Tatanan dunia sudah berubah, musuh kita bukan lagi antar pemeluk agama, tapi kemiskinan, kesenjangan, perubahan iklim, kesehatan global, juga perubahan iklim. Karena itu, semua pemeluk agama harus bahu membahu menyelesaikan persoalan itu. Islam dan Gereja Katolik punya tanggung jawab, terlebih saat ini sudah ada dokumen
Human Fraternity, jadi
standing-nya sudah jelas," pungkas Deni.
Selama mendapat beasiswa di Roma, Deni tidak memiliki apa-apa, termasuk uang saku. Bahkan untuk mendapat fotonya bersama Paus Fransiskus di studio Vatikan, seorang suster dari Kongregasi Passionis, yakni Sr Fransiska CP, sahabat sekaligus ibu angkat Deni, membantu menebus foto itu.
Dan foto itu baru terkirim dua bulan setelah perjumpaannya dengan Paus Fransiskus. Ia berjumpa paus secara langsung pada Rabu (28/6).
Deni juga mengingatkan, pada akhir Januari 2023 dia berangkat ke Roma, beberapa orang patungan agar ia bisa berangkat. Dari sepatu hingga jaket musim dingin, semua didapat dari orang-orang yang mencintainya.
Bahkan, konon, Uskup Agung Jakarta, Kardinal Ignatius Suharyo, memberikan uang saku untuk naik taksi dari bandara ke penginapannya.
BERITA TERKAIT: