Hal itu terungkap dalam laporan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Sumsel beberapa waktu lalu. Dalam laporan BPK tersebut, Bangub yang sudah dikucurkan sebanyak Rp3,9 triliun sejak tahun 2020 lalu ternyata tidak memiliki kriteria yang jelas dalam pemberiannya, juga tidak dirinci menurut objek penerima bantuan.
Belum lagi permasalahan lain yang mengiringi pemberian Bangub ini, yaitu ketimpangan porsi bantuan yang diterima oleh Kabupaten/Kota. Sehingga, perimbangan dalam alokasi pembagian Bangub yang menurutnya tidak memiliki asas berkeadilan.
Pasalnya, ada satu kabupaten yang selama tiga tahun selalu mendapat nilai realisasi bantuan tertinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya. (Baca: Bangub Sumsel Tidak Dirinci, tapi Disepakati Bersama DPRD)
Pengamat Politik Bagindo Togar justru menilai, kucuran Bangub ini seperti bancakan, yang berpotensi dikorupsi.
"Bangub ini (pembagian porsinya) hanya mengandalkan kedekatan Bupati/Walikota ke Gubernur saja. (Mereka yang dekat dengan Gubernur) itulah yang dapat besar. Pantas saja kalau BPK menilai Bangub ini tidak ada kriteria jelas," tegas Bagindo dikutip
Kantor Berita RMOLSumsel, Jumat (11/8).
Berdasarkan data BPK RI Perwakilan Sumsel, OKU Timur menjadi kabupaten yang menerima Bangub paling besar. Sejak tahun 2020 sampai 2022 jika ditotal sudah 21,34 persen atau senilai Rp843.560.429.209,00 didapat daerah yang kini dipimpin adik kandung Gubernur Sumsel, Herman Deru itu.
"Nah inilah yang bikin rawan, karena OKU Timur itu sudah jelas trahnya Gubernur dan dia sebelumnya juga asalnya dari sana. Jadi di mana letak azas keadilannya dan di mana urgensinya daerah tersebut harus dapat sebanyak itu dari daerah lain," kata Bagindo lagi.
Terpisah, Koordinator Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Sumsel Nuniek Handayani menilai temuan BPK dalam Bangub ini merupakan pintu masuk bagi Aparat Penegak Hukum (APH).
Dia berharap segera ada titik terang dan kejelasan dalam penggunaan uang rakyat yang disinyalir dihamburkan tanpa kejelasan oleh Gubernur lewat Bangub ini.
"Tentu kita mendorong hal ini untuk ditindak lanjuti aparat penegak hukum. Karena temuan BPK seperti ini selalu terjadi setiap tahunnya dan berpotensi terjadi melawan hukum, apalagi angkanya memang sangat besar kalau tidak (dikawal) ya bisa saja menguap," jelas Nuniek.
Sekda Bantah Laporan Hasil Pemeriksaan BPK, Bantuan Keuangan Khusus Bukanlah BangubPemprov Sumsel angkat bicara terkait dengan temuan Bantuan Khusus Keuangan atau Bangub yang menjadi temuan dari BPK dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemprov Sumsel ini.
Sekretaris Daerah SA Supriono saat dikonfirmasi mengatakan bahwa bantuan keuangan khusus yang dimaksud oleh BPK itu bukanlah Bangub. Dia tidak mau hal ini kemudian disalahartikan.
"Itu bukan Bantuan Gubernur Khusus (Bangubsus). Jadi itu keliru, yang temuan BPK itu bantuan keuangan bersifat khusus," katanya.
Dijelaskannya, pemberian bantuan keuangan oleh provinsi ke daerah itu juga telah diatur dalam Permendagri 77 Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah.
Dalam Permendagri tersebut, diatur penerima bantuan keuangan khusus ini merupakan daerah-daerah yang tidak mampu untuk mencapai program yang sebagaimana diamanatkan di RPJMD masing-masing.
Meskipun pada kenyataannya persentase nilai bantuan yang diterima oleh daerah miskin sangat kecil, dan justru berbanding terbalik dengan daerah yang tidak terlalu miskin justru mendapat bagian yang lebih besar seperti yang diulas dalam episode pemberitaan sebelumnya.
Menjawab hal ini, yaitu kucuran dana hingga ratusan miliar setiap tahun ke OKU Timur sebagai bantuan keuangan khusus yang dinilai tidak adil bagi daerah lainnya, menurut Supriono hal itu disebabkan tingkat keterbatasan anggaran dan tingkat ketercapaian pembangunan infrastruktur yang berbeda-beda setiap daerahnya.
"Jadi itu ada kriterianya yang mendapatkan bantuan keuangan ini. Jadi untuk besarannya itu bukan dikarenakan tidak adil, tapi melihat dari tingkat keterbatasan anggaran dan tingkat ketercapaian pembangunan infrastruktur yang berbeda-beda," tegasnya.
Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Sumsel, Susanto Adjis mengatakan arahan BPK mengenai administrasi Bangub Sumsel perlu ditegakkan dengan jelas. Ia menegaskan perlunya skala prioritas yang tegas dalam penggunaan dana tersebut. Di samping perlunya kriteria yang jelas dalam pemberian Bangub Sumsel.
"Kriteria yang jelas akan membantu mengidentifikasi daerah yang berhak menerima bantuan ini dan memastikan pemerataan yang lebih baik. Bangub Sumsel seharusnya menjadi bentuk
reward untuk kabupaten dan kota yang berhasil mencapai target, misalnya dalam menekan angka stunting. Namun, penting agar bantuan ini tepat sasaran dan tepat guna," ungkapnya.
Dia menambahkan, perlu adanya evaluasi sebagai langkah krusial dalam memastikan keberhasilan program termasuk Bangub yang telah dikucurkan.
"Semua kegiatan harus dievaluasi, termasuk Bangub Sumsel. Evaluasi akan membantu kita merumuskan perbaikan dan memastikan program berjalan sesuai tujuan," ujarnya.
Lebih lanjut, dia menyoroti perlunya kriteria yang jelas dalam pemberian Bangub Sumsel.
"Kriteria yang jelas akan membantu mengidentifikasi daerah yang berhak menerima bantuan ini dan memastikan pemerataan yang lebih baik," katanya.
Hal senada juga diungkapkan Sekretaris Fraksi Partai Golkar DPRD Sumsel, David Hadrianto Al Jufri, menurutnya temuan BPK seharusnya direspons oleh Gubernur Sumsel. Ia menilai bahwa pembagian Bangub Sumsel harus mencerminkan kebutuhan nyata setiap daerah.
"Pemerataan tetap penting, namun harus disesuaikan dengan kondisi keuangan daerah. Daerah dengan anggaran yang terbatas tentu membutuhkan bantuan lebih banyak, sedangkan daerah dengan kemampuan keuangan yang lebih baik juga tetap perlu diperhatikan," jelas David.
Pihaknya berharap agar Gubernur Sumsel melakukan pemerataan bantuan keuangan ke kabupaten dan kota.
"Melalui musyawarah, kita bisa menentukan daerah yang prioritas dan mengatur pembagian APBD Provinsi dengan APBD kabupaten/kota secara adil," tegasnya.
BERITA TERKAIT: