Mahfut mengingatkan, institusi Polri harus menjalankan fungsi dan wewenang sesuai amanat undang-undang, yakni memelihara keamanan, ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, namun hal tersebut kini sudah tidak ada lagi.
Ia menilai, apa yang dilakukan oleh aparat kepolisian merupakan bentuk nyata kegagalan institusi polri sebagai pengayom masyarakat dan parahnya pengusiran warga di Sumatera Barat terjadi di tempat ibadah yang semestinya netral dari intervensi aparat.
“Sebagai negara demokrasi, kritik, protes, demontrasi merupakan hal yang wajar, namun arogansi tersebut tidak hanya terjadi di Sumatera Barat namun juga terjadi di wilayah-wilayah lain, kasus Wadas Jawa Tengah serta penangkapan aktivis yang melakukan demontrasu di Bima dan Dompu Nusa Tenggara Barat “ kata Mahfut pada
Kantor Berita RMOLJabar, Minggu (6/8).
Mahfut mendesak Kapolri Listyo Sigit Prabowo untuk melakukan reformasi tidak hanya pada struktur namun juga mental para aparatnya. Pasalnya, protes yang dilakukan warga atas usulan Gubernur Sumatera Barat terkait penggunaan lahan seluas 30 ribu hektar untuk Proyek Strategis Nasional bagi PT Abaco Pasifik Indonesia berjalan damai.
“Kami meminta tindakan represif aparat kepolisian tidak terulang kembali, selain pembubaran terjadi di tempat ibadah, penangkapan pada masyarakat, mahasiswa, dan pendamping hukum, disaksikan anak di bawah umur, sangat memilukan,” tutupnya.
BERITA TERKAIT: