Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Atasi Kelangkaan Minyak Goreng, Firli Gagas Sistem Nasional Neraca Komoditas

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/idham-anhari-1'>IDHAM ANHARI</a>
LAPORAN: IDHAM ANHARI
  • Rabu, 09 Maret 2022, 23:48 WIB
rmol news logo Mengadopsi Sistem Informasi Pengelolaan Mineral dan Batu Bara (Simbara), Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menawarkan gagasan untuk mengatasi kelangkaan minyak goreng yang saat ini terjadi.

Gagasan ini disampaikan Firli Bahuri saat menggelar rapat koordinasi dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bersama Menteri Perdagangan M Lutfi, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dan Kabulog Budi Waseso di Kantor Kemenko Perekonomian, Rabu sore (9/3).

Firli mengatakan, gagasan ini juga berangkat dari kajian KPK tentang tata kelola bahan pokok, importasi holtikultura, termasuk di dalamnya bagaimana mengatasi kelangkaan minyak goreng.

“Dalam pembahasan itu saya paparkan. Ada beberapa dugaan, mengapa minyak goreng langka,” kata Firli kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu malam.

Adapun hasil kajian KPK terhadap langkanya minyak goreng saat ini, antara lain terdapat penimbunan. Sebab, Firli mengungkap harga minyak goreng untuk domestic market obligation (DMO) lebih rendah dari Harga Eceran Tertinggi (HET) atau harga pasar yang ditetapkan oleh pemerintah.

“Ini hanya untuk di nasional. Sementara harga di Indonesia juga lebih rendah lagi bilamana dibandingkan dengan harga di luar negeri. Artinya bisa saja para pemilik perkebunan dan produsen minyak goreng itu bisa bermain karena disparitas harga itu,” beber Firli.

Kemudian, kata Firli sangat dimungkinkan adanya penahanan stok, mengingat harga DMO yang berada di bawah harga pasar. Hal inilah, yang menurut Firli harus diatur lebih lanjut oleh pemerintah.

“Lalu bisa saja dimungkinkan adanya pelaku usaha baru, memanfaatkan harga yang DMO 9.300 sementara harga pasar 15.300 (selisih 6000an). Disini, pelaku-pelaku yang mencari keuntungan kan bisa,” beber dia.

Oleh karena itulah dalam rapat koordinasi tersebut Firli menyampaikan gagasan Sistem Nasional Neraca Komoditas.

Sistem Nasional Neraca Komoditas ini, jelas Firli merupakan sistem yang terintegrasi dari mulau hulu hingga hilir. Mulai dari produsen, distributor, industri hingga konsumsi. Melalui sistem tersebut sekaligus memastikan tidak ada penyimpangan.

“Sistem ini untuk melihat dan menentukan berapa kebutuhan dalam negeri, berapa untuk industri atau untuk konsumsi masyarakat,” kata Firli.

Melalui sistem ini, lanjutnya, nantinya bisa dilihat secara detail berapa untuk produksi dan jumlah yang dihasilkan, berapa kebutuhannya, berapa yang didistribusikan untuk masyarakat dan industri.

“Jadi tidak ada asumsi, karena by data dan real time. Dengan begitu menteri ekonomi bisa menentukan dengan tim ekonominya, berapa yang harus dieksport berapa untuk pemenuhan dalam negeri,” ungkap Firli.

Pada prinsipnya, Firli menekankan bahwa kebutuhan nasional harus tercukupi dan masyarakat tidak boleh dirugikan.

Lebih lanjut Firli menjelaskan bahwa, jika sistem tersebut telah berjalan, tidak hanya KPK yang dapat mengawasi melainkan juga masyarakat ataupun kementrian terkait bisa mengaksesnya.

“Bisa dilihat nanti misalnya komoditas gula, berapa produksi dalam negeri, berapa kebutuhan masyarakat. Misal terjadi situasi harus impor, akan dimasukan juga datanya ke dalam sistem itu, impor darimana. Lalu siapa importirnya, ketika barang yang diimpor sudah datang untuk apa. Apakah dugunakan untuk konsumsi masyarakat atau untuk industri,” urai Firli.

Ia menekankan sistem tersebut nantinya jangan membuat orang sulit. Pasalnya, jika sistem itu sulit maka akan terjadi peluang untuk korupsi, suap menyuap hingga gratifikasi. Jika hal tersebut terjadi, Firli menegaskan bahwa hal itulah menjadi urusan KPK.

“Kita tangkap siapapun juga. Dan ini adalah bagian daripada orkestrasi pemberantasan korupsi yang dicanangkan oleh KPK,” pungkas Firli.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA