"Jadi, yang kami ketahui, Universitas Syiah Kuala (sudah) lima kali menyurati penghuni dan melakukan mediasi,†terang Kepala Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah Banda Aceh, Ardiansyah, Senin (1/11).
Proses mediasi terhadap sejumlah dosen yang menguasai rumah itu dilakukan sejak 2018. Namun mereka tidak pernah datang. Ardiansyah pun memastikan pihaknya tidak ujug-ujug datang ke lokasi dan menggusur para penghuni.
"Tahapan-tahapan proses sudah kita lakukan dan ini juga bukan digunakan untuk kepentingan pribadi,†jelas Ardiansyah, dikutip
Kantor Berita RMOLAceh.
Sementara itu, Ketua Forum Warga Kopelma Darussalam, Otto Syamsudin Ishak menegaskan, pembongkaran rumah dinas dosen USK itu melanggar hukum.
Pasalnya, eksekusi dilakukan tanpa ada keputusan pengadilan yang inkrah. Bahkan tidak ada izin Gubernur Aceh untuk membongkar 8 unit rumah yang selama ini ditempati oleh para dosen itu.
"Jadi mereka tidak menunjukkan surat apapun terkait rencana penghancuran terhadap rumah warga," kata Otto.
Menurut Otto, tanah di areal itu merupakan aset dari Pemerintah Aceh. Bukan milik USK maupun milik warga seperti yang diklaim pihak USK.