Kini, setidaknya 2.000 warga Kebun Sayur sudah memperoleh pelayanan administrasi data kependudukan setelah sekian lama mendapat diskriminasi.
"Negara memang wajib hadir dalam pemenuhan hak-hak setiap warga negara, termasuk warga Kebun Sayur, Ciracas ini," kata Ketua DPD Pospera DKI Jakarta, Sondang Hutagalung kepada wartawan, Sabtu (4/9).
Sondang mengatakan, setidaknya warga Kebun Sayur Ciracas telah berjuang selama 40 tahun untuk mendapatkan hak atas data kependudukan sebagai warga negara Indonesia.
Kader PDI Perjuangan ini mengungkapkan, pada Jumat kemarin, penyerahan data kependudukan KTP dan kartu keluarga telah dilakukan secara langsung kepada warga Kebun Sayur.
Hal ini pun menjadi kabar baik karena selama ini, warga Kebun Sayur, Ciracas sulit mengurus dokumen negara seperti KTP dan tidak bisa mengakses pelayanan publik, terutama urusan kesehatan. Imbas lain, mereka sulit mendapat bantuan selama pandemi, seperti bantuan sosial (Bansos) maupun bantuan sosial tunai (BST).
"Mereka dianggap warga liar selama ini. Tapi berkat perjuangan panjang tak kenal lelah, hak-hak warga atas administrasi kependudukan bisa didapatkan," tandasnya.
Kesulitan warga Kebun Sayur dalam memperoleh hak kependudukan selama ini, merupakan imbas dari konflik lahan antara warga dengan Perum Perhubungan Djakarta (PPD). Konflik ini berawal 2009, ketika PPD mengklaim sebagai pemilik lahan yang ditempati warga selama puluhan tahun.
Klaim itu diperkuat saat PPD dan PT Adhi Karya sepakat membangun proyek LRT City Urban Signature, sebagai salah satu proyek transit oriented development (TOD) pada 2017. Dari luas proyek yang diklaim, sebagian di antaranya merupakan lahan warga Kebun Sayur.