Konser ini sebagai wujud syukur terhadap kondisi Papua yang aman dan damai pasca kerusuhan beberapa waktu lalu.
Ananda membawakan Rapsodia Nusantara, karya-karyanya yang berdasar lagu-lagu tradisional nusantara, dibuat untuk merayakan keberagaman Indonesia.
“Keseragaman kita sebagai bangsa Indonesia justru keberagaman itu sendiri,†kata Ananda membuka penampilannya, sebagaimana keterangan tertulis yang diterima.
Dari 13 lagu nusantara yang dibawakan, Ananda memempernalkan secara khusus “Rapsodia Nusantara 24†untuk memperingati tokoh perdamaian Papua, Pater Neles Tebay, yang wafat pada April lalu.
Karya ini menggubah melodi rakyat “Domidow†asal Dogiyai, Papua, tempat kelahiran Pater Neles Tebay.
“Awalnya bahkan saya tidak pernah dengar tentang Dogiyai. Kemudian saya melakukan riset dan seorang misionaris Jerman memberitahu saya notasi melodi rakyat Domidow yang kemudian menjadi Rapsodi Nusantara 24,†katanya menjelaskan lagu itu.
Rapsodia Nusantara 24 sejauh ini adalah nomor terakhir lagu-lagu berdasarkan melodi Nusantara yang diciptakan Ananda. Tiap nomor Rapsodia fokus ke satu atau beberapa lagu daerah dari satu provinsi di Indonesia.
“Rapsodia Nusantara telah dimainkan oleh ratusan pianis dari berbagai negara,†demikian Ananda.
Sebelum konser, penonton juga disuguhkan dengan pemutaran film dokumenter tentang Papua yang berjudul “Pelangi di Ufuk Timur†karya Baptista Anton, dan diskusi yang menghadirkan Aileen H Riyadi dari Yayasan Pendidikan Harapan Papua.
Mereka sepakat kedamaian di Papua harus terus dirawat demi memajukan pendidikan dan kualitas kehidupan saudara sebangsa setanah air kita di Bumi Cenderawasih.
BERITA TERKAIT: