Wakil Gubernur DKI Sandiaga Uno menjelaskan bahwa kebijakan itu diambil sebenarnya untuk memanusiakan para RT/RW itu sendiri. Pasalnya, dana yang digelontorkan kepada mereka selama ini sangat kecil untuk tugas sebagai pengayom dan pengelola masyarakat. Padahal RT/RW itu sudah diwajibkan untuk membuat laporan keuangan yang dilengkapi dengan kwitansi.
"Mereka sebetulnya perlu dimanusiakan. Nah, laporan-laporan yang mesti dilengkapi dengan kwitansi ini kadang-kadang buat mereka, kan mereka nombok karena uangnya enggak cukup selama ini untuk kegiatan warga. Akhirnya menyulitkan dan memberikan beban bagi mereka," kata Sandi di Balaikota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Rabu (6/12).
Dia menekankan bahwa dengan penghapusan kebijakan sistem LPJ dana operasional RT/RW itu, pihaknya tetap saja sangat ingin pengelolaan keuangan oleh RT/RW dilakukan dengan transparan.
Namun dia belum mau menjelaskan secara rinci soal bagaimana sistem pertanggungjawaban penggunaan anggaran itu nanti dilakukan. Pasalnya, menurut dia saat ini Biro Tata Pemerintahan DKI Jakarta masih membuat sistem pelaporan keuangan penggunaan dana tersebut.
"Biro Tapem Bu Premi lagi menyusun. Kita tidak usah spekulatif dulu," imbaunya.
Yang pasti, lanjut Sandi, proses penyusunan sistem pelaporan keuangan penggunaan dana itu tentu akan menjadikan masukan dari para RT/RW sebagai bahan pertimbangan.
"Kita tunggu proses dari masukan. Karena tentang laporannya, tentang kisarannya. Itu, cuma sedikit dari seluruh permasalahan yang dilaporkan oleh RT/RW," tegasnya.
Dalam APBD DKI Tahun 2018 dana operasional untuk RT akan digelontorkan sebesar Rp 2 juta, sedangkan untuk RW sebesar Rp 2,5 juta.
[rus]
BERITA TERKAIT: