Begitu kata pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Kupang, Ahmad Atang menanggapi pernyataan Medah yang mengancam akan akan maju dari partai lain jika keinginannya tidak diakomodir Golkar.
Dijelaskan Atang, Daniel Woda Pale pada Pilgub NTT Periode 2003-2008 hadir dengan filosofi, pohon yang rindang harus dipangkas, biarlah tumbuh tunas-tunas baru. Sebuah filosofi yang menjawab pertanyaan terkait kaderisasi Partai Golkar di NTT.
Atas alasan itu juga ia memilih kader muda Golkar NTT waktu itu, Eston Foenay sebagai calon Gubernur NTT Periode 2003-2008. Padahal saat itu ia sendiri menjabat ketum DPD I Partai Golkar NTT sekaligus Ketua DPRD NTT.
"Sikap Daniel Woda Pale waktu itu meletakkan nilai-nilai politik yang elegan. Sehingga saat ini ditokohkan dan menjadi guru politik tempat bertanya," ucap Atang.
Menurut Ahmat Atang, politisi sekaliber Medah, hanya karena kekuasan lalu meninggalkan ideologi dari partai yang sudah membesarkannya, itu tidak mungkin, meskipun ada hak politik yang ia punya. Tapi kadang kekuasan juga menuntut orang mengambil keputusan terhadap pilihan-pilihan yang sulit.
"Dengan meninggalkan ideologi, mungkin ada keyakinan untuk bisa berhasil. Namun, belum tentu karena banyak kasus banyak mudharatnya. Jangan sampai gagal, karena politisi "kutu loncat" yang gagal, tidak mungkin diteladani politisi sesudahnya," tutupnya.
[ian]
BERITA TERKAIT: