Psikolog pendidikan Karina Adistiana menilai selama ini Kemendikbud selalu memberi alasan bahwa Permen tersebut bukan mengarah kepada
full day school, Permen tersebut menjelaskan waktu belajar tidak di dalam sekolah melainkan di luar. Disisi lain, dalam Permen tersebut dijelaskan delapan jam waktu sekolah masih di dalam kendali sekolah itu sendiri.
"Memakai definisi sekolahnya itu gedung, jadi delapan jam aktif itu tetap di bawah kendali sekolah, padahal orang tua dan masyarakat juga harus berperan dalam pendidikan. Bayangkan waktu delapan jam di dalam maupun di luar sekolah sendiri yang menentukan anak itu mau diapakan, kapan waktu untuk beradaptasi dengan lingkungan dan pendidikan di dalam keluarga," ujar Karina saat ditemui di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (17/6).
Lebih lanjut Karina menilai sistem keseragaman jam sekolah tersebut tidak cocok diterapkan di Indonesia dengan keberagaman penduduk dan demografi daerahnya. Kebijakan tersebut hanya cocok diterapkan di daerah urban, dengan memfokuskan pendidikan di sekolah lantaran kesibukan orang tua.
Menurutnya langkah pemerintah untuk mengatur jam sekolah merupakan kebijakan yang mundur. Terlebih di negara lain, sudah mulai mengurangi jam sekolah.
"Sebenarnya yang paling penting itu standar pendidikan terpenuhi bukan memastikan sistem jam sekolah yang sama di semua daerah. Bagaimana dengan anak didik yang harus dua jam berjalan melewati perbukitan, atau harus menyeberang laut. Seharusnya akses pendidikannya yang harus terpenuhi, bukan sistem jam sekolahnya," pungkas Karina.
[rus]
BERITA TERKAIT: