Menanggapi hal itu, anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa mengaku dapat memahami konsideran perlunya pembatasan pendirian perguruan tinggi dan pembukaan program studi baru, agar bisa meningkatkan mutu dari perguruan tinggi dan program studi yang telah ada. Meski demikian, dia mengingatkan pemerintah untuk tidak menyamaratakan dalam implementasinya.
"Pada beberapa tempat bahkan diperlukan afirmasi pembukaan program studi baru seperti yang terjadi di Papua. Di sana kondisi kesehatan sebagian masyarakatnya cukup buruk, butuh banyak tenaga kesehatan untuk mendampingi masyarakat dalam melakukan upaya preventif kesehatan, sehingga membuka program studi yang berpeluang menambah tenaga kesehatan justru perlu didukung," jelas Ledia kepada wartawan di Jakarta, Rabu (26/4).
Menurutnya, di Papua selama ini, pemerintah kabupaten harus mengirimkan siswa calon perawat ke daerah lain yang punya program studi keperawatan.
"Paling banyak per tahun hanya lima orang yang dikirim. Itupun setelah lulus banyak yang tidak kembali ke daerahnya," kata Ledia.
Karena itu, Komisi X mengusulkan agar setidaknya dalam situasi seperti di Papua, Kemenristekdikti menyusun kebijakan yang dibagi per regional agar diizinkan membuka program studi baru di bidang kesehatan. Sehingga semakin banyak siswa-siswi putra daerah yang bisa dididik.
Diharapkan, dengan jarak yang lebih dekat, jumlah peserta didik dapat ditingkatkan. Dengan demikian, para siswa-siswi juga diharapkan dapat membantu percepatan program promotiv preventif dalam bidang kesehatan yang tengah digencarkan pemerintah.
"Afirmasi seperti ini dapat menghasilkan dua berkah sekaligus. Peningkatan kesertaan masyarakat di bidang pendidikan tinggi dan ketersediaan tenaga kesehatan yang diperlukan di tengah masyarakat," demikian Ledia.
[wah]
BERITA TERKAIT: