Dedi menilai sistem ini hanya cocok diterapkan di wilayah perkotaan.
"Untuk wilayah pedesaan konsep ini akan kontraproduktif. Jangan hanya lihat Jakarta. Lihat Papua, Kalimantan, lihat juga Jawa Barat. Tidak akan semuanya cocok," ujarnya, Selasa (9/8).
Dedi pun sependapat konsep
full day school akan berjalan efektif jika sekolah yang dituju memiliki fasilitas yang memadai. Tanpa itu semua menurut dia, sistem pendidikan hanya akan melahirkan generasi stres dan depresi.
"Kalau fasilitasnya memadai, laboratorium, ruang seni, fasilitas olahraga dan semua kegiatan ekstrakurikuler berjalan dengan baik tentu konsep ini bagus. Tetapi kalau semua fasilitas dan kegiatan masih kurang, kita malah akan keteteran. Anak-anak bisa depresi," paparnya.
Didasari faktor heterogenitas pelajar dan orangtua, ia akan tetap menggunakan konsep Pendidikan Berkarakter yang sudah dijalani sejak tahun 2008 lalu di wilaya tugasnya. Alasannya, mata pencaharian para orang tua siswa yang rata-rata petani di pedesaan membuat pelajar di Purwakarta memiliki durasi waktu belajar yang lebih singkat di sekolah yakni dari pukul 6 pagi hingga 11 siang.
"Sepulang sekolah mereka bisa membantu orang tuanya di sawah, belajar berladang, bercocok tanam, beternak dan kegiatan lain yang sifatnya mengasah kemandirian mereka kelak. Ini juga solusi kami di Purwakarta untuk generasi mendatang yang mampu menciptakan ketahanan pangan," ujarnya seperti dimuat
RMOLJabar.Com.
[wid]
BERITA TERKAIT: