Delapan Tahun Mencari Keadilan, Kini Kaharuddin Mustain Bermukim di Masjid

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Selasa, 14 Juni 2016, 07:39 WIB
Delapan Tahun Mencari Keadilan, Kini Kaharuddin Mustain Bermukim di Masjid
Kaharuddin Mustain/rmol
rmol news logo . Sudah satu bulan terakhir, Kaharuddin Mustain (55), bermukim di Masjid Jami Ar-Rahman, Jalan Haji Gadung IV, Pondok Ranji, Ciputat Timur, Jakarta Selatan.

Kepindahan Kahar ke "rumah" barunya itu, terpaksa dilakoni setelah sewa kontrakan di Jalan Semanggi II No. 18, Ciputat, tidak dibayar selama 1 tahun 4 bulan.

Selama tidur di masjid, barang-barangnya dititipkan di rumah ibu Tia. Ibu angkat yang tinggal di rumah petak tak jauh dari masjid, bersama tujuh anggota keluarga lainnya.

Bukan tanpa alasan, Kahar hidup luntang lantung seperti itu. Diusir jamaah atau diminta segera mengambil barang-barang miliknya oleh anak ibu angkatnya, sudah menjadi makanan sehari-hari.

Sampai kapan Kahar akan seperti itu?

"Sejak kapan tepatnya. Sejak delapan tahun lalu. Dan sampai saya menerima ganti rugi," tuturnya terkait pengorbanannya tersebut, Senin (13/6).

Ganti rugi seperti apa yang dimaksud bapak satu anak tersebut?

Kepada redaksi Kahar mengaku, dirinya dipercaya sebagai kuasa waris tanah sejak tahun 2009 oleh seorang warga bernama Marsyad.

Pasalnya, tanah di kawasan Setu Sasak Tinggi, Pamulang, Tangsel itu, dipinjam oleh seorang Letjend (Purn) Pol Muhammad Yasin pada tahun 1952, untuk Asrama Brimob.

"64 tahun tanah rakyat dipakai oleh Kepolisian RI," ungkapnya.

Untuk itu, Kahar rela hidup terpisah dari anak dan istrinya di Balikpapan untuk menuntut keadilan.

Mantan aktivis forkot 98 itu mengatakan, jika saat itu Yasin selaku pendiri sekaligus komandan Brimob, meminjam secara lisan ke orang tua Marsyad, Bari Rintung.

Permintaan peminjaman tanah seluas 7 hektar itu disepakati tanpa hitam di atas putih.

"Dulu kan orang takut semua sama polisi. Apalagi, alasannya waktu itu, tanah dipinjam untuk kepentingan negara," ungkapnya.

Namun, tidak ada kesepakatan atau pemberitahaun kapan tanah akan dikembalikan.

Lambat laut, lahan tersebut mulai didirikan barak asrama sekira tahun 60-an. Sebelum dibangun bangunan permanen di tahun 1974.

Kemudian, saat tanah tersebut ditagih, Yasin membenarkan jika dirinya telah meminjam tanah tersebut. Hal ini ditandai dengan surat pemberitahuan peminjaman tanah warga tahun 2011 oleh Yasin.

Lalu, Yasin menginstruksikan agar tanah tersebut dikembalikan dan mengganti uang warga, 6 Agustus 2012.

"Tapi sampai pak Yasin meninggal dunia, instruksi itu tidak ditindaklanjuti. Bahkan, beberapa pengacara nasional, termasuk Saleh Tompo ikut membantu melengkapi berkas peminjaman (tanah)," terangnya.

Dengan nilai jual objek pajak (NJOP) sebesar Rp 4,5 juta per meter, lahan ssluas 7 hektar tersebut ditengarai memiliki nilai Rp 316 miliar.

"Itu (Rp 315 miliar) sudah rermasuk kompensasi, tanpa tuntutan hukum," tutur Kahar.

Kahar juga mengapresiasi sosok Yasin yang masih mengakui jika tanah tersebut memang hasil pinjaman.

Yasin sendiri sempat mendapat gelar pahlawan nasional dari presiden RI Joko Widodo (Jokowi), 10 November 2015.

"Harusnya Jokowi menghargai karyanya. Karena beliau orang yang beriman, di usia tua masih mengakui meminjam. Makanya, saya mau ada transparansi dari pemerintah," tegasnya.

Bahkan, April lalu, Kahar mengklaim telah dihubungi Menko Polhukam RI, Luhut Binsar Panjaitan, melalui inbox Facebook.

Saat itu, lanjutnya, Luhut meminta Kahar menghubungi stafnya untuk mengatur pertemuan dirinya dengan sang Menteri.

Namun, hingga saat ini, tidak ada respon positif dari pihak staf Kemenko Polhukam.

"Saya disuruh atur jadwal ketemu Pak Luhut. Dengan catatan bawa berkas lengkap dan akurat. Tapi, cuma diiming-imingi saja, sampai lupa," paparnya.

Menurut Kahar, sudah banyak yang diberi surat kuasa oleh Marsyad, untuk mengurusi masalah tanah sengketa tersebut. Namun, kebanyakan pihak yang dikuasakan hanya bertahan selama tiga bulan.

Lalu, apa alasan Kahar tetap bertahan untuk menuntut keadilan hingga saat ini?

"Saya yakin ganti rugi akan dibayar dan dikembalikan pemerintah. Pernah, deputi hukum Sesneg (Sekretaris Negara) kasih dua opsi Desember 2015 lalu. Musyawarah mufakat atau pengadilan? Saya tidak mau. Anak kecil aja tau, kalau pinjam harus dikembalikan. Negara harus bayar," pungkasnya. [rus]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA