Terhitung sejak 2011, FSGI kembali membuka Posko Pengaduan UN untuk keenam kalinya. Pada hari kedua pelaksanaan UN, posko yang dibuka sejak 1 April telah menerima 10 laporan yang berasal dari Tasikmalaya, Kupang, Karawang, Medan, Mataram, Karanganyar, Sidoardjo, Makassar dan Jakarta.
"Dibandingkan tahun 2011-2014 di mana UN masih menjadi penentu kelulusan, maka laporan tahun 2015 dan 2016 terbilang menurun drastis dari jumlah laporan atau pengaduan yang masuk," kata Sekjen FSGI Retno Listyarti kepada redaksi, Rabu (6/4).
Namun begitu, FSGI masih mendapati laporan kesalahan dalam penyelenggaraan UN tahun ini. Seperti masalah teknis listrik padam di Tasikmalaya dan Kupang atau masalah server komputer yang tidak bisa terkoneksi ke server pusat selama tiga jam di salah satu sekolah di Karawang.
"Hal ini membuat para peserta UNBK (Ujian Nasional Berbasis Komputer) sempat panik karena terlalu lama menunggu," ujar Retno.
Terlebih, tidak disediakannya soal ujian dengan huruf Braille membuat peserta penyandang tuna netra kesulitan. Laporan ini berasal dari Mataram, Jakarta, Karanganyar, Sidoardjo dan Makassar.
Menurut Retno, pengadaan materi soal Braille yang cukup mahal diduga menjadi penyebab penyelenggara UN setempat tidak menyediakan. Diperkirakan, biaya pembuatan soal Braille mencapai Rp 500 ribu per soal, meski seharusnya harga tidak menjadi halangan bagi pemerintah.
"Soal dibacakan pengawas, namun peserta tetap merasa kesulitan karena soal-soal yang disertai gambar, simbol, dan grafik tidak bisa dijelaskan si pengawas. Sehingga peserta tuna netra dipaksa berimajinasi. Hal ini bentuk diskriminasi pemerintah terhadap penyandang disabilitas," tegas Retno.
[wah]
BERITA TERKAIT: