Mereka datang dengan mengendarai mobil dan motor. Kedatangan petani tersebut untuk mengawal dua ulama sepuh Pandeglang, yakni KH Nachrowi dan KH Mahmudi yang diperiksa Polda Banten sebagai saksi terkait protes yang dilakukan warga terhadap PT TFJ yang menguruk mata air dan menutup akses petani terhadap air.
Akibatnya, 110 hektar sawah mengalami kekeringan di dua lokasi, yakni di kampung Cadasari Kecamatan Cadasari Kabupaten Pandeglang dan Kecamatan Baros, Kabupaten Serang. Pengurukan sumber mata itu, tidak hanya menyebabkan 110 hektar sawah kering, tetapi juga membuat warga kesulitan dan harus membeli air minum.
Ribuan massa itu bertahan di Polda Banten sampai kedua ulama selesai dimintai keterangan. Selama di Polda mereka melantunkan salawat. Tidak sedikit petani yang menangis manahan amarah tidak sudi ulama yang mereka hormati dipanggil polisi.
"Kiai itu tidak tahu menahu aksi yang dilakukan petani. Mengapa dipanggil," kata salah seorang petani. Mereka juga protes karena ulama itu sudah sepuh, sehingga seharusnya ada cara lain jika polisi ingin meminta keterangan.
Lagi pula aksi protes yang dilakukan warga justru berawal dari ulah PT TFJ yang membuat sawah kering. Menurut petani, polisi seharusnya tidak hanya memperhatikan kepentingan pengusaha tetapi juga harus sensitif terhadap warga yang menjadi korban.
"Polisi kan pengayom masyarakat," kata Asep.
Sugeng Teguh Santoso SH yang ditunjuk Lembaga Bantuan Hukum Kalimasadha Nusantara (LBH KN) mendampingi ulama mengatakan, dua ulama itu menjawab 16 pertanyaan polisi.
Namun, menurut advokat senior yang juga Sekjen Peradi itu kedua kiai tahu hal hal terkait demo dan rubuhnya sedikit tembok PT TFJ.
"Keduanya tidak tahu menahu soal aksi yang dilakukan petani. Kiai Nachrowi bahkan tidak berada di lokasi aksi. Sementara kiai Mahmudi berada di lokasi ketika tembok sudah rubuh," kata Sugeng.
Dia menegaskan ketika ditanya pihak penyidik, kedua ulama tersebut menjawab pertanyaan dengan tegas, termasuk menolak PT TFJ karena merasakan dampak kekeringan.
Sebaliknya, ‎Sugeng juga mempertanyakan independensi Polda Banten yang berpihak kepada PT TFJ.
Menurut dia, para petani melaporkan PT TFJ ke polisi tahun 2014, tapi sampai sekarang tidak ditindaklanjuti. Sementara laporan PT TFJ bulan Januari 2016 langsung diproses dengan memanggil para ulama.
Sugeng menegaskan sikap Polda Banten yang berpihak ini akan diadukan kepada pengawas internal Polri. Dan dia juga mengatakan akan mengadu ke Lembaga Ombusamen.
"Kepada Lenbaga Ombudsmen kami akan melaporkan Pemda Pandeglang yang sebelumnya menerbitkan izin untuk PT TFJ," kata Sugeng.
Ombudsmen, tegasnya harus melakukan pengusutan karena sesuai Perda RTRW Kabupaten Pandeglang, lokasi PT TFJ itu merupakan daerah resapan air yang tidak bisa dibangun apa pun.
"Daerah itu merupakan daerah pertanian sepenuhnya," demikian Sugeng.
[dem]
BERITA TERKAIT: