"PDAM Tirta Raharja harus menunda kenaikan tarif, jangan menambah beban masyarakat," tegas Ketua Lembaga Kajian Kebijakan Publik (LAKKIP), Arifin Sobari
Pihak PDAM Tirta Raharja beralasan kebijakan tersebut terpaksa diambil karena tingginya biaya produksi.
Besaran kenaikan tarif air PDAM nantinya berkisar 30 persen. Untuk pelanggan rumah tangga dibagi dalam dua jenis tarif. Yakni pemakaian 0-10 meter kubik akan dikenakan tarif Rp 3.700 per kubik. Sedangkan pelanggan golongan dua yakni 11 meter kubik ke atas dikenakan tarif Rp.4.500 per kubik.
Hingga kini, jumlah pelanggan PDAM Tirtaraharja berada di tiga wilayah yakni Cimahi, Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat yang mencapai 73.686. 63 persen pelanggannya berasal dari Kabupaten Bandung, 23 persen dari Cimahi dan sisanya dari KBB.
Arifin, seperti dilansir dari
RMOL Jabar (Minggu, 31/8), menekankan keberadaan BUMD bukan semata mengejar keuntungan, tapi memberi pelayanan maksimal bagi masyarakat.
"Seharusnya, PDAM berkaca dulu. Apakah selama ini sudah memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat? Masih banyak masyarakat Kabupaten Bandung yang belum memperoleh fasilitas air bersih dari PDAM," terangnya.
Jika PDAM berkilah bahwa masih sedikitnya pelanggan disebabkan oleh minimnya jaringan pipa, Arifin menilai hal itu bukanlah alasan. Pasalnya, hampir setiap tahun Pemkab Bandung mengalokasikan dana penyertaan modal yang nilainya puluhan miliar. Tak hanya itu, pemerintah pusat pun telah mengalokasikan dana peningkatan jaringan pipanisasi walaupun menggunakan dana pinjaman luar negeri.
"Saat ini pun PDAM Tirtaraharja memperoleh keuntungan Rp 60 miliar per tahun. Jadi, dasarnya apa PDAM menaikkan tarif?," kata Arifin mempertanyakan.
Jika tetap bersikeras menaikkan tarif, Arifin berpendapat, sebaiknya PDAM Tirta Raharja diswastanisasi.
"Lebih baik kepemilikannya diambil alih swasta. Meski tarif akan lebih mahal, tapi pelayanan akan lebih baik," pungkas Arifin.
[wid/rmoljabar.com]
BERITA TERKAIT: