Seperti diberitakan
JPNN, beberapa mantan PSK kembali beraktivitas. Mereka menyebar ke sejumlah lokasi. Alhasil, dampak yang muncul adalah semakin beragamnya karakter penderita HIV/AIDS.
Ketua LKMK Dupak Arif An mengatakan, penutupan lokalisasi memang tidak sepenuhnya menyelesaikan semua persoalan. Secara lokasi, memang sudah tidak ada ruang bagi PSK untuk melakukan praktik prostitusi. Namun, yang menjadi kendala adalah kebutuhan ekonomi yang belum terjawab sehingga eks PSK kembali pada profesi sebelumnya secara terselubung.
Menurut Arif, lokasi yang diduga menjadi tempat untuk menjalankan bisnis esek-esek tersebut, antara lain, tempat kos dan hotel. Sedangkan untuk transaksi, dia menyebut masih dilakukan di gang kampung dan mucikari setempat.
Tak berbeda dengan kondisi di Kremil Tambakasri, pemandangan serupa terlihat di eks lokalisasi Bangunsari. Pasca ditutup Desember silam, ternyata aktivitas kafe belum sepenuhnya tutup. Menurut laporan warga, saat ini ada beberapa kafe dan tempat karaoke yang masih menjalankan aktivitasnya.
Arif An mengatakan, aktivitas kafe itu sebenarnya sudah berlangsung beberapa bulan terakhir. Bagi warga sendiri, aktivitas kafe tersebut masih dibiarkan karena jumlahnya memang sedikit. Namun, lama-kelamaan ada beberapa kafe yang mengikuti untuk buka.
Aktivitas PSK yang kembali muncul itu justru memicu kasus sosial baru, yakni semakin maraknya peredaran HIV/AIDS. Ya, data terbaru dari Puskesmas Morokrembangan menyebutkan bahwa dua warga positif terjangkit virus mematikan itu.
Kepala Puskesmas Morokrembangan dr Fitriah Wahyuningsih mengatakan, dua pasien tersebut merupakan warga biasa yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga. Dia menambahkan, pasien baru itu ditemukan bukan melalui proses screening terhadap mantan PSK. Namun, lewat poli umum di puskesmas.
"Iya, dua pasien ini baru diketahui setelah periksa di poli umum. Saya curiga dengan gejala yang tampak pada pasien. Setelah saya periksa, ternyata benar mereka positif terinfeksi HIV/AIDS," jelasnya.
Hal serupa ditemukan di wilayah Dupak. Menurut data Puskesmas Dupak, selama Januari hingga Juli tercatat sembilan pasien positif terinfeksi penyakit yang belum ditemukan obatnya itu.
Kepala Puskesmas Dupak dr Nurul Lailah mengatakan, secara angka jumlah tersebut turun daripada tahun sebelumnya. Namun, yang menarik adalah semakin bertambahnya penderita HIV/AIDS pasca ditutupnya lokalisasi. Sama dengan kasus yang terjadi di Morokrembangan, di wilayah itu semua pasien adalah warga biasa.
"Jadi, semuanya warga biasa dan bukan PSK, sedangkan untuk ibu hamil sejauh ini belum ada temuan," ujarnya.
Nurul pun menduga temuan terhadap warga biasa tersebut juga terkait dengan keberadaan eks PSK yang menyebar. Dia menyebut suami adalah salah satu faktor penularan penyakit tersebut. Menurut dia, ketika si suami "jajan", mereka tidak mengetahui bahwa si PSK tersebut terjangkit HIV.
Nurul menjelaskan, jika PSK tersebut masih di lokalisasi, tentu penularan itu tidak mungkin terjadi. Sebab, dengan diadakannya screening, para PSK yang positif terinfeksi pasti segera diambil dan dijauhkan dari tempat tersebut. Namun, dengan tersebarnya mereka, pantauan dari dinas kesehatan pun sulit.
"Kami jadi kesulitan. Karena itu, sekarang banyak warga biasa yang terjangkit HIV/AIDS. Saya menduga karena si suami tidak tahu waktu kencan, si PSK mengidap penyakit tersebut," katanya.
Nurul juga menjelaskan soal bertambahnya pasien HIV/AIDS. Dia menganggap jumlah tersebut masih terbilang kecil. Menurut dia, pasca-penutupan eks lokalisasi, sulit mendeteksi dan menjaring pasien HIV/AIDS. Penyebabnya, banyak mantan PSK yang kini sudah berpindah tempat atau berprofesi di bidang lain.
"Ya jujur, di satu sisi penutupan itu positif untuk mengatasi problem sosial. Namun, untuk kesehatan sendiri, saya sulit mendeteksi mereka. Masalahnya, saya bingung mencari mereka," ujarnya.
[wid]