"Jelas ini contoh yang buruk. Ini menunjukkan adanya kehendak dari bagian politik dinasti untuk meneruskan kemakmuran yang didapat sebelumnya melalui pemanfaatan anggaran-anggaran publik bagi kepentingan mereka," ujar pengamat politik dari Universitas Airlangga Surabaya, Airlangga Pribadi, saat dikonfirmasi wartawan, Jumat sore (26/7).
Meski secara politik Maphilinda berhak dicalonkan dan mencalonkan diri, kata dia, namun dari sisi fatsoen politik pencalonannya di Pilgub Sumsel kurang tepat. Publik harus menghukum partai yang mengabaikan fatsoen politik.
Penghukuman katanya, bisa dilakukan dengan tidak memilih mereka dalam proses elektoral. Cara lainnya, masyarakat sipil harus mengingatkan publik, dengan mengekspose di media tentang korupsi yang dilakukan oleh elite-elit politik, atau bisa juga dengan cara mengajukan regulasi yang ketat kasus seperti ini tak terulang.
"Terutama, regulasi mengenai dibatasinya hak untuk menjadi pejabat politik melalui proses pemilu bagian dari keluarga dari elite politik yang telah terbukti korup setidaknya selama satu periode kedepan," ujarnya.
[dem]
BERITA TERKAIT: