Perokok Di Angkot Mesti Diganjar Sanksi

Cuma 12% Angkutan Umum Yang Pasang Stiker KDM

Jumat, 03 Mei 2013, 08:04 WIB
Perokok Di Angkot Mesti Diganjar Sanksi
ilustrasi/ist
rmol news logo Penandaan kawasan dilarang merokok (KDM) di angkutan umum di Jakarta masih kurang sosialisasi. Hasil survei di 535 angkutan umum Jakarta menyebutkan, hanya 12 persen yang ditempeli stiker penanda KDM.

Seperti diketahui, aturan KDM ini sebenarnya diatur dalam Per-aturan Daerah (Perda) No.2 tahun 2005 tentang pe­ngenda­lian pen­ce­maran udara dan Pertaturan Gu­ber­nur (Pergub) No.75 Tahun 2005.

Akibat tidak adanya penanda KDM di angkutan umum atau angkutan kota (angkot), ungkap staf advokasi Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Agus Sujatmo, masih banyak di­jumpai perokok di dalam ang­ku­tan umum. Angkutan umum di DKI ini benar-benar sangat to­leran dengan para perokok.

Meski persentase perokok di dalam angkutan menurun dari tahun Juni 2009 sebanyak 89 persen menjadi sekarang tinggal 32 persen pada Maret 2013. Namun penurunan itu terjadi akibat melorotnya pengguna ang­kutan umum.

Sebagai salah satu bentuk sosialisasi, Agus mengingatkan, penempelan penanda KDM di angkutan umum amat diperlukan. Sebanyak 68 persen responden menyatakan  kesal terhadap para penumpang maupun supir yang merokok dalam angkutan umum.

"Kami (YLKI) sebenarnya pernah membantu Pemprov DKI de­ngan
menempelkan stiker KDM di angkutan umum. Sa­yang­nya, setiap selesai dilaku­kan, keesokan harinya penandaan KDM tersebut 'dikletek' (dico­pot), " ujarnya.

Para responden menurutnya berharap, dari hasil survei yang dilakukan, Pemprov DKI selain dapat bertindak tegas terhadap pelanggar dan melakukan penga­wasan yang lebih ketat, juga dapat memberi edukasi kepada awak angkutan dan memper­banyak penanda KDM di ang­kutan umum.

Berkaitan hal ini, Ketua Dewan Trans­portasi Kota Jakarta (DTKJ), Azas Tigor Nainggolan juga me­ngaku menyayangkan. Se­bagai salah satu bentuk so­sialisasi, ma­sih sedikitnya penandaan KDM di angkutan umum tersebut meng­indikasikan, pihak Pemprov DKI masih lemah dalam menso­sia­lisasikan sebuah kebijakan.

"Kita jadi tidak bisa begitu saja menyatakan, yang merokok di ang­kutan umum tersebut me­lang­gar. Bisa saja mereka ter­nyata ti­dak tahu, karena kurang sosia­lisasi" ujarnya.

Selain memberikan penanda KDM berupa stiker di angkutan umum, lanjut Tigor, langkah lain yang dapat dilakukan adalah men­sosialisasikan bahwa ang­kutan umum adalah KDM.

Waktu yang paling tepat untuk melakukan edukasi tersebut bisa  berba­rengan dengan agenda pe­ner­­tiban angkutan umum di  lapa­ng­an. Langkah tersebut dinilai Tigor lebih efektif sekaligus efisien.

Selain dapat menertibkan ang­kutan yang nakal, pihak Dishub maupun kepolisian juga dapat secara langsung menged­ukasi awak angkutan di lapangan.

Menyangkut sistem penga­wa­san Satuan Kerja Perangkat Dae­rah (SKPD) terkait, kata Ti­gor pi­hak Dinas Perhubungan DKI se­harusnya lebih gencar mela­kukan pengawasan maupun sosiali­sasi. Jangan menunggu perintah ata­san.

"Jangan pas ditegur Gubernur atau Wagub DKI saja, baru SKPD keba­karan jenggot. Itu lucu," lugasnya.

Tigor berha­rap, sebaiknya Dis­hub DKI tidak dibiarkan berjalan sendirian me­nsosialisasikan bahwa angkutan umum adalah KDM. Se­harusnya ada kerja sama antara SKPD, dalam hal ini Dishub be­ker­jasam dengan Badan Pe­nga­was Ling­kungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta. “Jadi ha­rus ada kerjasama antara dis­hub de­ngan BPLHD,” tandasnya.

Tegurannya Lewat Pengeras Suara

Kepala Unit Pelayanan Tek­nis (UPT) Terminal Dinas Per­hubungan DKI Jakarta, Ren­ny Dwi Astuti menya­takan, pi­hak­nya siap berker­ja sama dengan sejumlah LSM untuk menso­sialisasikan ka­wasan dilarang merokok (KDM) di terminal dan angkutan umum.

Langkah Dishub ini, lanjut­nya, sebagai langkah sosiali­sasi ulang, bahwa di dua wila­yah tersebut memang kawas­an bebas asap rokok.

Menu­rut­nya, saat ini pihak­nya ha­nya bisa menegur awak ang­kutan yang merokok di ang­kutan umum melalui pe­ngeras suara.

Selama ini, jelas Renny, pi­hak­nya sebenarnya sudah te­rus berupaya melakukan pe­nempelan stiker di angkutan umum.  Terakhir kali, menu­rut­nya pada Februari lalu. Ma­sing-masing terminal di­be­rikan 300 eksemplar. Sa­yang­nya, dari pantauannya, terkadang stiker tersebut kem­bali dilepas oleh pemilik ang­kutan maupun sopir.

Karena itu, ujar Renny lagi, pihaknya bekerja sama de­ngan Dewan Transportasi Ko­ta Jakarta (DTKJ) dan se­jum­lah LSM untuk melaku­kan sosialisasi ulang dengan pe­nempelan stiker lagi. Hal ini agar sosialisasinya dapat le­bih efektif dan lebih efisien.

“Meski demikian, jika nan­tinya ada pihak yang melepas stiker tersebut, kami tidak bisa apa-apa. Karena belum ada payung hukum yang me­ngatur, bahwa Dis­hub dapat memberi sanksi pada pihak yang merusak stiker KDM di angkutan umum,” keluh Renny. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA