Seperti diketahui, aturan KDM ini sebenarnya diatur dalam Per-aturan Daerah (Perda) No.2 tahun 2005 tentang peÂngendaÂlian penÂceÂmaran udara dan Pertaturan GuÂberÂnur (Pergub) No.75 Tahun 2005.
Akibat tidak adanya penanda KDM di angkutan umum atau angkutan kota (angkot), ungkap staf advokasi Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Agus Sujatmo, masih banyak diÂjumpai perokok di dalam angÂkuÂtan umum. Angkutan umum di DKI ini benar-benar sangat toÂleran dengan para perokok.
Meski persentase perokok di dalam angkutan menurun dari tahun Juni 2009 sebanyak 89 persen menjadi sekarang tinggal 32 persen pada Maret 2013. Namun penurunan itu terjadi akibat melorotnya pengguna angÂkutan umum.
Sebagai salah satu bentuk sosialisasi, Agus mengingatkan, penempelan penanda KDM di angkutan umum amat diperlukan. Sebanyak 68 persen responden menyatakan kesal terhadap para penumpang maupun supir yang merokok dalam angkutan umum.
"Kami (YLKI) sebenarnya pernah membantu Pemprov DKI deÂngan
menempelkan stiker KDM di angkutan umum. SaÂyangÂnya, setiap selesai dilakuÂkan, keesokan harinya penandaan KDM tersebut 'dikletek' (dicoÂpot), " ujarnya.
Para responden menurutnya berharap, dari hasil survei yang dilakukan, Pemprov DKI selain dapat bertindak tegas terhadap pelanggar dan melakukan pengaÂwasan yang lebih ketat, juga dapat memberi edukasi kepada awak angkutan dan memperÂbanyak penanda KDM di angÂkutan umum.
Berkaitan hal ini, Ketua Dewan TransÂportasi Kota Jakarta (DTKJ), Azas Tigor Nainggolan juga meÂngaku menyayangkan. SeÂbagai salah satu bentuk soÂsialisasi, maÂsih sedikitnya penandaan KDM di angkutan umum tersebut mengÂindikasikan, pihak Pemprov DKI masih lemah dalam mensoÂsiaÂlisasikan sebuah kebijakan.
"Kita jadi tidak bisa begitu saja menyatakan, yang merokok di angÂkutan umum tersebut meÂlangÂgar. Bisa saja mereka terÂnyata tiÂdak tahu, karena kurang sosiaÂlisasi" ujarnya.
Selain memberikan penanda KDM berupa stiker di angkutan umum, lanjut Tigor, langkah lain yang dapat dilakukan adalah menÂsosialisasikan bahwa angÂkutan umum adalah KDM.
Waktu yang paling tepat untuk melakukan edukasi tersebut bisa berbaÂrengan dengan agenda peÂnerÂÂtiban angkutan umum di lapaÂngÂan. Langkah tersebut dinilai Tigor lebih efektif sekaligus efisien.
Selain dapat menertibkan angÂkutan yang nakal, pihak Dishub maupun kepolisian juga dapat secara langsung mengedÂukasi awak angkutan di lapangan.
Menyangkut sistem pengaÂwaÂsan Satuan Kerja Perangkat DaeÂrah (SKPD) terkait, kata TiÂgor piÂhak Dinas Perhubungan DKI seÂharusnya lebih gencar melaÂkukan pengawasan maupun sosialiÂsasi. Jangan menunggu perintah ataÂsan.
"Jangan pas ditegur Gubernur atau Wagub DKI saja, baru SKPD kebaÂkaran jenggot. Itu lucu," lugasnya.
Tigor berhaÂrap, sebaiknya DisÂhub DKI tidak dibiarkan berjalan sendirian meÂnsosialisasikan bahwa angkutan umum adalah KDM. SeÂharusnya ada kerja sama antara SKPD, dalam hal ini Dishub beÂkerÂjasam dengan Badan PeÂngaÂwas LingÂkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta. “Jadi haÂrus ada kerjasama antara disÂhub deÂngan BPLHD,†tandasnya.
Tegurannya Lewat Pengeras SuaraKepala Unit Pelayanan TekÂnis (UPT) Terminal Dinas PerÂhubungan DKI Jakarta, RenÂny Dwi Astuti menyaÂtakan, piÂhakÂnya siap berkerÂja sama dengan sejumlah LSM untuk mensoÂsialisasikan kaÂwasan dilarang merokok (KDM) di terminal dan angkutan umum.
Langkah Dishub ini, lanjutÂnya, sebagai langkah sosialiÂsasi ulang, bahwa di dua wilaÂyah tersebut memang kawasÂan bebas asap rokok.
MenuÂrutÂnya, saat ini pihakÂnya haÂnya bisa menegur awak angÂkutan yang merokok di angÂkutan umum melalui peÂngeras suara.
Selama ini, jelas Renny, piÂhakÂnya sebenarnya sudah teÂrus berupaya melakukan peÂnempelan stiker di angkutan umum. Terakhir kali, menuÂrutÂnya pada Februari lalu. MaÂsing-masing terminal diÂbeÂrikan 300 eksemplar. SaÂyangÂnya, dari pantauannya, terkadang stiker tersebut kemÂbali dilepas oleh pemilik angÂkutan maupun sopir.
Karena itu, ujar Renny lagi, pihaknya bekerja sama deÂngan Dewan Transportasi KoÂta Jakarta (DTKJ) dan seÂjumÂlah LSM untuk melakuÂkan sosialisasi ulang dengan peÂnempelan stiker lagi. Hal ini agar sosialisasinya dapat leÂbih efektif dan lebih efisien.
“Meski demikian, jika nanÂtinya ada pihak yang melepas stiker tersebut, kami tidak bisa apa-apa. Karena belum ada payung hukum yang meÂngatur, bahwa DisÂhub dapat memberi sanksi pada pihak yang merusak stiker KDM di angkutan umum,†keluh Renny. [Harian Rakyat Merdeka]
BERITA TERKAIT: