Mereka wajib bertaruh nyawa setiap berangkat dan pulang sekolah dengan melintasi jembatan gantung atau "rawayan" yang nyaris ambruk. Selama ini, jembatan tersebut merupakan akses utama menuju sekolah yang berlokasi tepat di pinggir Sungai Cisokan.
Kepala Sekolah MTs Muslimin, Dedi, mengakui, tiap hari khawatir dengan keselamatan siswanya, apalagi jembatan yang terbuat dari bilah bambu itu kondisinya sudah lapuk.
"Ada beberapa landasan jembatan dari bambu yang harus diganti karena sudah lapuk dan ambruk. Sementara ini, baru kami ikat dengan kawat dan ditambal dengan bambu yang ada," katanya.
Pembangunan jembatan tersebut berawal dari inisiatif pihak sekolah mengingat para siswa harus berjalan memutar dengan jarak yang jauh untuk sampai ke lokasi sekolah. Jadilah jembatan yang dibangun secara swadaya oleh sekolah dibantu orangtua murid dan masyarakat. Sejak dibangun hingga saat ini, belum pernah direnovasi.
Dia berharap jembatan tersebut mendapat perhatian dari dinas terkait di Pemkab Cianjur. Jauh lebih baik bila dibangun jembatan permanen untuk memudahkan masyarakat, terutama para siswa untuk pergi dan pulang sekolah.
Salah seorang siswi MTs Muslimin, Imas (14), mengaku, awalnya takut tiap mau melewati jembatan tersebut, terutama ketika arus sungai sedang deras. Namun karena jarak tempuh ke sekolah lumayan jauh jika melalui jalan perkampungan, dia dan ratusan siswa lainnya terpaksa memberanikan diri.
"Kalau beramai-ramai takut saja tiba-tiba ambruk," kata siswi kelas VIII itu.
[ald]
BERITA TERKAIT: