"Menjadi pemimpin itu bukan berarti memiliki tiket untuk mengatasi persoalan masyarakat dengan gampang. Perlu cara yang tepat dan tidak menggunakan ancaman, stigmatisasi, dan lain-lain," ujar Staf Khusus Presiden bidang Bantuan Sosial dan Bencana (SKP BSB) Andi Arief mengomentari kemarahan terakhir Ahok pada masyarakat yang menolak penggusuran.
Ahok mengatakan bahwa masyarakat di bantaran Waduk Pluit, Penjaringan, Jakarta Utaram, yang menolak bertingkah seperti komunis. Pernyataan Ahok ini disesalkan banyak kalangan.
"Peristiwa Ahok menyebut rakyatnya dengan stigma komunis menggambarkan ia kehilangan akal menjadi pemimpin. Ini hal serius. Saya mencurigai kebiasaannya marah selama ini plus menyebut stigma komunis. Jangan-jangan Ahok ada sakit kejiwaan," ujar Andi Arief lagi.
Dia mengingatkan bahwa masyarakat memang memiliki kebiasaan mempertahankan tanahnya. Baik tanahnya sendiri maupun kadang-kadang tanah yang bukan miliknya namun sudah menjadi tempat tinggalnya sangat lama sekali.
"Perlu pendekatan, bukan justru melakukan serangan kepagian menyebut mereka yg ingin mempertahankan tanah dengan ganti rugi disebut komunis. Entah apa yang dipikirkan Ahok saat keluar kata tak pantas itu," masih kata Andi Arief.
Katanya lagi, seharusnya Ahok ingat istilah "tuntutlah ilmu sampai negeri China". Pembebasan tanah untuk infrastruktur terbaik di dunia dilakukan pemerintah China yang mayoritas rakyatnya komunis.
"Saat ada rasisme yang dilakukan Farhat Abas di
Twitter, dia marah. Kini, dalam bentuk yang lain dia gunakan senjata stigma komunis kepada rakyat yang membela apa yang mereka pahami sebagai kepentingan mereka," demikian Andi Arief.
[dem]
BACA JUGA: