Kantor Berkedok Rumah Makin Marak

Sabtu, 15 Januari 2011, 03:47 WIB
Kantor Berkedok Rumah Makin Marak
ilustrasi, Kantor Berkedok Rumah disegel
RMOL. Persoalan kemacetan ma­sih menjadi pekerjaan rumah bagi Pemerintah Provinsi (Pem­­prov) DKI Jakarta. Tertib lalu lintas masih menjadi impi­an ka­rena masih banyak peng­guna ja­lan yang tidak disiplin berla­lu­ lintas.

Selain itu, masalah ketertiban di kawasan pemukiman juga menjadi salah satu pekerjaan berat Pemprov DKI. Hal itu ti­dak terlepas dari lemahnya mo­ni­toring yang dilakukan Dinas Pengawasan dan Penertiban Ba­ngunan (P2B) dan kurang te­gasnya penegakan hukum yang dilakukan Pemprov DKI.

Menanggapi hal ini, Ketua Ke­hormatan Ikatan Arsitek In­donesia (IAI) Budi A Sukada me­nyatakan, banyaknya ba­ngu­­nan yang tidak sesuai pe­runtu­kannya dan menyalahi peratur­an Izin Mendirikan Ba­ngunan (IMB) terjadi di se­luruh Jakarta. Mayoritas ba­ngu­nan itu dialih­fungsikan menjadi tempat usaha.

Menurutnya, adanya ba­ngu­n­an yang tidak sesuai fung­si peruntukan itu menyebabkan kekacauan di lingkungannya. Warga yang tinggal di kawasan tersebut merasa tidak nyaman karena muncul kebisingan dan kesemrawutan yang dise­bab­kan bangunan yang berubah fungsi tersebut.

“Kawasan yang menjadi tem­­­pat usaha itu malah be­rant­akan. Mobil diparkir sem­ba­ra­ngan, sehingga mengganggu lingku­ngan sekitar dan menye­babkan kemacetan,” ucapnya.

Sebelumnya, Gubernur DKI Ja­karta Fauzi Bowo me­ng­ingat­kan, Jakarta akan macet total pada 2014. Saat itu jalanan akan sesak dengan jutaan mobil dan motor karena pertumbuhan mo­tor mencapai 14-15 persen per tahun dan mobil 9-10 persen.

Kemacetan total yang terjadi di Jakarta memang tidak bisa lepas dari persoalan pemuki­man. Problem kema­cetan akan menjadi masalah yang kom­pleks. Alih fungsi ru­mah men­jadi tempat usaha atau kantor juga memacu tim­bulnya kema­cetan. Pasalnya, bertambahnya aktivitas lalu­lintas menjadi penyebab kesem­rawutan dan berujung pada lum­puhnya arus lalu lintas.

Penyalahgunaan seperti ini, selain telah melanggar peratu­ran daerah tentang ketertiban umum (Perda Tibum), juga me­rampas hak-hak publik terlebih pengguna jalan. Untuk itu, ke depan pembangunan peru­ma­han harus mendukung pem­­bangunan perkotaan.

Salah sa­tunya melalui penye­diaan fasi­litas transportasi mas­sal yang memadai, juga adanya pembe­nahan fungsi penggu­naan ad­mi­nistratif kota.

 Seperti diketahui, Pemprov DKI tengah gencar menyegel bangunan yang telah beralih fungsi men­jadi tempat usaha dan tak se­suai peruntukan. Se­perti di ka­wa­san Fatmawati Ra­­ya, pulu­han tempat usaha yang tidak sesuai peruntukkan mulai ditertibkan beberapa ta­hun lalu, namun sekarang kem­bali marak sehingga menga­kibatkan kema­cetan parah.

Foke, sapaan Fauzi, me­nga­takan, persoalan kemacetan tidak akan bisa diatasi hanya de­­­ngan membatasi kepemi­li­kan kendaraan pibadi. Pem­prov juga tetap harus melibat­kan dan so­sia­lisasi terhadap pe­ngusaha ter­kait rencana tata ru­ang, supaya ke­pentingan mere­ka bisa diakomodir.

Yang lebih penting lagi, pe­ngusaha mesti memiliki penge­tahuan kawasan mana yang legal untuk membuka usaha. Terkait permasalahan tersebut, Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BP2T) selaku instansi terkait seolah menutup mata, meskipun sudah mengetahui kondisi ter­sebut. Akibatnya, sejumlah war­ga masih merasa geram melihat kondisi kema­cetan yang sema­kin menjadi di Jakarta.   [RM]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA