KPK Dilaporkan ke Dewas Buntut Laporan Suap DPD Mandek

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/jamaludin-akmal-1'>JAMALUDIN AKMAL</a>
LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL
  • Selasa, 22 April 2025, 13:38 WIB
KPK Dilaporkan ke Dewas Buntut Laporan Suap DPD Mandek
Pelapor dugaan korupsi, Muhammad Fithrat Irfan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa, 22 April 2024/RMOL
rmol news logo Pelapor dugaan suap terkait proses pemilihan Ketua DPD dan Wakil Ketua MPR unsur DPD kembali mendatangi KPK untuk mempertanyakan tindak lanjut laporannya. 

Bahkan, pelapor juga akan mengadu ke Dewan Pengawas (Dewas) atas lambatnya proses pelaporan masyarakat.

Pelapor dimaksud adalah Muhammad Fithrat Irfan selaku mantan staf anggota DPD RI periode 2024-2029 Rafiq Al-Amri. Irfan mengatakan, dirinya didampingi tim kuasa hukumnya kembali mendatangi KPK.

"Kami menanyakan perkembangan kelanjutan terkait kasus suap DPD RI, senator DPD RI yang dilaporkan pada tanggal 5 Desember 2024 lalu. Itu sudah sampai laporannya sudah 5 bulan, sampai dengan hari ini sudah 5 bulan. Jadi belum ada tindak lanjut yang serius untuk naik ke tahap penyelidikan," kata Irfan kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Selasa siang, 22 April 2025.

Tak hanya itu kata Irfan, pihaknya juga akan mengadukan lambatnya proses pengaduan masyarakat di KPK kepada Dewas KPK.

"Jadi bersamaan dengan hari ini, kami rencananya akan melaporkan hal ini ke Dewas KPK, terkait aduan ini yang belum ada tanggapan lanjutan soal laporan saya di KPK," terang dia.

Irfan mengungkapkan, respons dari Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK masih terus berputar pada pengayaan informasi.

"Sementara pihak terlapor pun belum ada yang diverifikasi satu pun. Jadi kemarin kan sempat ada jeda dari puasa lebaran kan, makanya kita ingin menanyakan keseriusan KPK dalam menanggapi aduan-aduan masyarakat yang ada. Apakah ini cuman menjadi jargon saja buat mereka atau memang mereka betul-betul menindak laporan berdasarkan bukti-bukti yang sudah kami lengkapi di Dumas KPK," jelasnya.

Irfan pun menyayangkan dirinya tidak jadi ketemu pihak Dumas KPK lantaran hari ini tidak ada di tempat. Padahal, dirinya mengaku sudah ada komunikasi dan janjian untuk bertemu hari ini.

"Harapan saya dan semua terlapor yang ada di sini termasuk teman-teman saya dalam kasus lain memang ditindaklah laporan kita secara serius, karena dalam tahap verifikasi hingga penelaahan itu kan kita sudah memenuhi unsurnya, dan kita minta keseriusan Dumas KPK untuk menaikkan ini ke tahap penyidikan," pungkas Irfan.

Pada Jumat, 7 Maret 2025, Irfan juga datang ke KPK untuk menyerahkan 95 nama anggota DPD yang diduga menerima uang suap.

Irfan mengatakan, dirinya kembali datang ke KPK setelah berkoordinasi dengan pihak KPK untuk menyerahkan 95 nama anggota DPD yang diduga menerima suap. Selain itu, Irfan juga melampirkan percakapan dari grup mantan bosnya yang terlampir adanya 95 nama yang menerima suap.

Sebelumnya pada Selasa, 18 Februari 2025, Irfan menyerahkan bukti rekaman suara dengan salah seorang petinggi partai politik terkait dugaan suap yang melibatkan 95 dari 152 anggota DPD.

Bukti rekaman itu disampaikan langsung Irfan didampingi kuasa hukumnya, Azis Yanuar kepada KPK di Gedung Merah Putih KPK.

"Pak Irvan diminta untuk menyampaikan bukti-bukti tambahan yang memang diperlukan. Tadi sudah disampaikan bukti-bukti tambahan yang memang diperlukan oleh pihak KPK untuk memproses pelaporan yang sudah dimasukkan oleh beliau (Irfan) pada Desember 2024 yang lalu," kata Azis kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Selasa siang, 18 Februari 2025.

Azis menjelaskan, dalam waktu dekat ini, KPK disebut akan melanjutkan proses laporannya dengan melakukan pemeriksaan kepada pihak-pihak terkait, termasuk anggota DPD maupun pihak lainnya.

"Buktinya tadi ada rekaman, rekaman pembicaraan antara Pak Irvan dengan seorang petinggi partai. Jadi di sini bukan hanya terkait DPD, ternyata ada juga petinggi partai yang diduga terlibat dalam hal tersebut. Bosnya 1 dari 95 orang yang menerima," terang Azis.

Azis menyebut bahwa, kliennya juga mendapatkan intimidasi dan ancaman karena telah membuat laporan kepada KPK.

"Kemudian juga pihak tersebut meminta Pak Irvan untuk tidak melanjutkan hal ini. Ada intimidasi dan dugaan ancaman," pungkas Azis.

Sementara itu, Irfan mengatakan, pada 6 Desember 2024, dirinya telah melaporkan salah satu anggota DPD asal Sulawesi Tengah (Sulteng) bernama Rafiq Al-Amri (RAA) yang juga merupakan mantan bosnya.

"Indikasinya itu beliau menerima dugaan suap dari untuk kompetisi pemilihan Ketua DPD RI dan Wakil Ketua MPR RI unsur DPD. Itu melibatkan 95 orang anggota Dewan yang ada di DPD RI dari 152 totalnya," kata Irfan.

Irfan mengungkapkan, nominal uang yang diterima terkait pemilihan Ketua DPD adalah sebesar 5 ribu dolar Amerika Serikat (AS) per orang. Sedangkan untuk pemilihan Wakil Ketua MPR dari unsur DPD sebesar 8 ribu dolar AS per orang.

"Jad ada 13.000 (dolar AS) total yang diterima," ungkapnya.

Irfan menjelaskan, penyerahan uang itu dilakukan secara door to door ke ruangan anggota DPD dalam bentuk dolar AS yang selanjutnya dikonversi ke rupiah, serta para staf anggota DPD diminta untuk disetorkan ke rekening anggota DPD masing-masing.

"Saya berempat semuanya. Saya, saudara RAA, bos saya itu, ada dua perwakilan yang dititipkan dari Ketua DPD RI yang terpilih ini. Itu diposisikan sebagai bodyguard, satu bodyguard, satu driver. Untuk mengawal uang ini, biar nggak bisa tertangkap OTT di jalanan. Jadi uang itu ditukarkan dengan suara hak mereka-mereka untuk memilih salah satu dari pasangan calon ini, memilih Ketua DPD dan Wakil Ketua MPR dari unsur DPD," pungkas Irfan. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA