Hal ini buntut adanya hakim yang terlibat kasus suap vonis lepas korupsi minyak goreng.
Jurubicara Mahkamah Agung (MA) Yanto menjelaskan penggunaan teknologi akan mulai diberlakukan pada Pengadilan Tingkat Pertama dan Tingkat Banding.
"Aplikasi penunjukan majelis hakim secara
robotic (Smart Majelis) pada pengadilan Tingkat pertama dan Tingkat banding," jelas Yanto di Gedung MA, Jakarta Pusat pada Senin, 14 April 2025.
Lewat aplikasi itu, diharapkan dapat menekan dan menutup celah-celah korupsi yang terjadi.
Sebab, tidak semua penunjukkan hakim dilakukan secara random dan tidak bisa diintervensi.
"Sebagaimana yang telah diterapkan di Mahkamah Agung untuk meminimalisir terjadinya potensi
judicial corruption," jelasnya.
Baru-baru ini, Kejagung menetapkan total tujuh orang tersangka dalam kasus suap vonis lepas korupsi minyak goreng.
Mereka adalah M Arif Nuryanta selaku Wakil Ketua PN Jakarta Pusat yang kini menjabat Ketua PN Jakarta Selatan, Marcella Santoso selaku pengacara korporasi, Wahyu Gunawan selaku Panitera Muda Perdata pada PN Jakarta Utara, Ariyanto (AR) selaku pengacara, serta tiga hakim PN Jakarta Pusat yakni Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom.
Dalam kasus ini terdapat bukti pemberian suap sebesar Rp60 miliar dari Marcella Santoso dan Ariyanto selaku pengacara korporasi PT Permata Hijau Group, PT Wilmar Group, dan PT Musim Mas Group. Suap ini diterima Muhammad Arif Nuryanta yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat lewat Wahyu Gunawan yang saat itu menjadi Panitera Muda di PN Jakarta Pusat.
BERITA TERKAIT: