Pakar hukum pidana, Hibnu Nugroho berpandangan, jaksa merupakan pengendali perkara yang bisa meneruskan atau tidak sebuah perkara. Dalam kasus pembunuhan pencuri kambing di Banten, perkara ini bisa diputus bebas oleh hakim.
“Kalau diteruskan malah justru nama kejaksaan tidak bagus, karena tidak memiliki dalil yang kuat, tidak bisa komprehensif. Kenapa kasus ini bisa naik (ke persidangan), padahal cuma membela diri?” kata Hibnu dalam keterangan tertulisnya, Jumat (22/12).
Hibnu berujar, penghentian perkara pembunuhan pencuri kambing sebagaimana dalam Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Kejati Banten, sejatinya merupakan prinsip hukum ketika ada pembelaan diri.
Hal tersebut tertuang dalam Pasal 49 ayat (1) KUHP, bahwa barang siapa terpaksa melakukan perbuatan untuk pembelaan, karena ada serangan atau ancaman serangan ketika itu yang melawan hukum, terhadap diri sendiri maupun orang lain; terhadap kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, tidak dipidana.
"Seseorang dalam keadaan darurat melakukan pembelaan terpaksa tidak dapat dipidana. Itu sebagai alasan pemaaf,” kata pakar pidana Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto ini.
Lebih detail soal kasus pembunuhan pencuri kambing, jelas Hibnu, pelaku hanya membawa gunting. Sedangkan para pencuri kambing jumlahnya lebih banyak dan membawa golok.
“Sebenarnya di polisi pun sudah bisa menghentikan, tapi mungkin punya tafsir tersendiri sehingga dinaikkan ke Kejaksaan,” tutupnya.
Kejati Banten menghentikan kasus pembunuhan pencuri kambing oleh seorang penjaga ternak bernama Muhyani (58). Melalui Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2), kasus tersebut dihentikan dengan pertimbangan pelaku terpaksa membela diri.
"Setelah dilakukan penggalian jaksa dan sesuai Pasal 49 KUHP tidak dapat dipidana karena pembelaan terpaksa. Pasal itu sesuai juga dengan Pasal 139 KUHAP, kita nyatakan perkara itu
close dan tidak dilimpahkan ke pengadilan," kata Kajati Banten, Didik Farkhan kepada wartawan, Jumat lalu (15/12).
BERITA TERKAIT: