Diduga akibat penganiayaan itu, Renhad Hutahaean kini mengalami buta permanen.
Pengacara dari Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), Tigor Esron Fernandes menuturkan, sejak semula, Renhad dikriminalisasi dan dipaksa, dengan tuduhan melakukan tindakan mencabuli anak-anak kecil. Tuduhan tak berdasar itulah yang menjebloskan putra sulung Ernita Simanjuntak itu ke penjara.
"Para oknum penyidik, oknum jaksa, oknum hakim, bahkan hingga oknum sipir dan Kepala Lapas pun sepertinya bersekongkol bersama pihak yang ingin menjebloskan dia ke penjara. Ini harus diungkap, harus diusut tuntas," pinta Tigor ketika menyambangi kantor Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly di Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (28/11).
Sudah dua tahun tujuh bulan Renhad menjalani hukuman sebagai warga binaan di Lapas Klas II B Bukit Semut Sungailiat, Bangka. Menurut Tigor, Renhad tidak hanya dipukuli hingga babak belur, tapi juga tidak izinkan berobat.
Ernita Simanjuntak terus menerus mendatangi Lapas Klas II Bukit Semut Sungailiat. Perempuan yang berprofesi sebagai guru Sekolah Dasar di Sungailiat itu tak kuasa melihat kondisi putra pertamanya itu hingga pernah pingsan ketika datang menjenguk di Lapas. Itu pun, seringkali dia tidak diizinkan melihat Renhad.
"Malah, Ibu Ernita diintimidasi oleh petugas lapas supaya tidak memberitahukan keadaan yang sebenarnya kepada orang-orang. Dia juga diancam akan menghabisi Renhad bila kondisi itu dilaporkan ke Jakarta," kata Esron.
Selain mengadu ke Menkumham, Esron juga telah mempersiapkan surat dan laporan mengenai kondisi Renhad itu untuk disampaikan ke Dirjen Pemasyaratan Kementerian Hukum dan HAM (Dirjen PAS), Sri Puguh Budi Utami.
"Kalau di Bangka sana, hampir semua mereka aparat hukum itu sudah bagai raja. Merasa kuat dan tak tersentuh. Mereka semua berkomplot. Kebiadaban dan mafia hukum ini harus dibongkar. Renhad harus dibebaskan. Kami memohon Pak Menteri dan juga Dirjen PAS sungguh membongkar dan menindak tegas para oknum itu," pintanya.
Ernita Simanjuntak mengaku sudah hampir kehabisan kepercayaan terhadap aparatur negara, aparat hukum maupun aparat pemerintahan.
"Masih adakah yang bisa dipercaya? Masih adakah yang mau memberikan keadilan kepada kami?" tutur Ernita terisak, lewat sambungan telepon.
Semua upaya dilakukannya, tak jua ada keadilan. Bahkan, dia telah menghubungi pengacara kondang Hotman Paris Hutapea, untuk bersama-sama memperjuangkan keadilan bagi Renhad. Belum ada titik terang.
"Jika Bapak Menteri di Jakarta mau, keadilan itu bisa terjadi. Tolong sampaikan juga ke Bapak Jokowi, apakah masih ada keadilan? Saya mau datang ke Jakarta, mau sampaikan langsung ke Pak Jokowi, saya mau buka semua ketidakadilan ini," tutur Ernita semakin terisak.
Kondisi anaknya yang dianiaya berat hingga buta permanen pernah dilaporkannya ke Polda Bangka Belitung. Kasus ini berlanjut sampai persidangan. Namun, kata Ernita, saksi yang dihadirkan pihak terlapor berbohong.
"Semua saksinya berbohong. Tidak menyatakan yang sebenarnya. Mereka menutupi kebobrokan pihak lapas," tegasnya.
Renhad dianggap hanya mengalami tindak pemukulan ringan atau Tipiring.
"Mengapa jaksanya malah menerapkan Pasal 351 (penganiayaan ringan)? Seharusnya pakai Pasal 354 (penganiayaan berat). Apakah mereka tidak melihat kondisi sebenarnya? Mereka berbohong semua itu," ujarnya.
Selain itu, di persidangan, Ernita tidak pernah dikasih tahu siapa saja saksi-saksi yang dihadirkan. Sementara, saksi yang akan diajukan Ernita, yakni teman satu sel Renhad, tidak pernah dihadirkan.
"Saksi dari kami tak pernah dihadirkan. Jaksanya juga tidak pernah mengecek kebenarannya. Tak pernah datang jaksa dari Kejati Bangka ke sini. Laporan kami ke Polda," tuturnya.
[wid]
BERITA TERKAIT: