Pengacara terdakwa, Yevgeni Yesyurun membacakan kesimpulan pledoi dan menegaskan jika kliennya jelas tidak bersalah.
"Terdakwa secara sah tidak bersalah. Dengan maksud memakai Akta. Tuntutan mengada-ada," kata Yevgeni saat sidang lanjutan beragendakan pembelaan terdakwa yang diketuai oleh Hakim Hasanudin, Kamis (8/2).
Majelis Hakim, Hasanudin pun meminta tanggapan terkait pledoi ini terhadap terdakwa. Suryadi Wongso dengan santai menanggapi soal pembelaannya itu.
"Saya tidak merasa bersalah melakukan tindak pidana. Tidak ada hubungannya dengan penjualan tanah," ujar Yusuf Ngadiman.
Terdakwa dituntut satu tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Kota Tangerang atas perkara tersebut. JPU, Marolop dalam persidangan menyatakan pada bagian analisa yuridis terdakwa terbukti bersalah.
Sidang pun akan dilanjutkan kembali pada Selasa (22/2) mendatang. Dengan beragendakan menanggapi pledoi dari para terdakwa ini.
Sementara itu, Kuasa Hukum Adipirna Sukarti yang merupakan korban dalam kasus ini yakni Moh. Soleh turut memberikan pernyataan terkait pembelaan terdakwa. Ia merasa kecewa lantaran mereka mengaku tak bersalah.
"Tapi kami menghargai pledoi terdakwa mengaku tidak bersalah. Walau pun kita sama - sama menyaksikan fakta - fakta di persidangan bahwa ada fakta notaris ini dihubungi oleh terdakwa. Sehingga kemudian timbulah Akta yang dipalsukan dan perkara ini dinyatakan layak dimajukan ke persidangan baik oleh kepolisian serta kejaksaan," kata Soleh.
Pihaknya berharap agar Majelis Hakim benar-benar dapat melihat fakta-fakta dan alat bukti. Serta memutuskan dengan mempertimbangkan rasa keadilan bagi korban Adipurna Sukarti yang menderita kerugian hampir 10 tahun itu.
Seperti diberitakan perkara terebut bermula ketika Sukarti bekerja sama dengan Yusuf Ngadiman dan ayah Suryadi Wongso yaitu Salim Wongso dengan menyertakan modal senilai Rp. 8,15 miliar pada tahun 1999. Modal tersebut digunakan untuk membeli tanah seluas 45 hektar di Desa Salembaran Jati, Kosambi, Kabupaten Tangerang.
Sukarti kemudian dijadikan pemegang saham pada PT Salembaran Jati Mulya dengan mendapatkan saham sebesar 30 persen. Sedangkan Ngadiman dan Salim menerima 35 persen per orang.
Kepemilikan saham tercantum pada Akta Notaris Elza Gazali nomor 11 tertanggal 8 Februari 1999. Namun selama kerja sama berjalan, Sukarti tidak pernah dibagi keuntungan.
Bahkan Sukarti tidak mengetahui saat Salim Wongso meninggal dunia mewariskan sahamnya kepada putranya Suryadi Wongso pada tahun 2001. Pada 2008 Sukarti yang menerima informasi bahwa Ngadiman dan Suryadi Wongso telah menjual aset PT Salembaran Jati Mulya.
Akhirnya merasa tertipu, korban melaporkan perkara ini ke Bareskrim Mabes Polri. Dan Ngadiman serta Suryadi menjadi terdakwa di Pengadilan Negeri Tangerang. Kerugian material yang dialami korban berupa objek tanah 13,5 hektar dengan taksiran harga saat ini 5 juta permeter. Adapun kerugian immateril korban sudah menghabiskan banyak waktu dan tenanganya untuk menuntut apa yang menjadi haknya.
[san]