Kalah di Pengadilan, Pemilik Aldiron Hero Harus Bayar Utang Rp 55 Miliar

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ade-mulyana-1'>ADE MULYANA</a>
LAPORAN: ADE MULYANA
  • Senin, 11 Desember 2017, 03:30 WIB
rmol news logo Pengusaha pemilik Aldiron Hero Group, Efdjuno Tando, akhirnya harus menelan pil pahit. Pengadilan menghukum dia terbukti melakukan perbuatan melawan hukum dan memintanya untuk membayar Rp 55 miliar kepada Nani Soedarsono alias Naryati. Nani menggugat Tando karena tidak memiliki itikad baik melunasi kewajiban membayar utang-utangnya.

"Dengan adanya putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam gugatan perdata oleh klien kami, maka jelas kewajiban tergugat untuk melakukan kewajibannya membayar hutang-hutangnya," kata kuasa hukum Nani, Wilvridus Watu dari Kantor Hukum Vinsensius Maku & Partner di Jakarta, Minggu (10/12).

Wilvridus memperlihatkan isi putusan Nomor 2/Pdt.G/2017/Pn.jkt.sel. Dalam putusan yang dibacakan pada tanggal 19 Oktober 2017 tersebut, hakim menyatakan tergugat melakukan perbuatan melawan hukum, menghukum tergugat untuk membayar kepada penggugat sebesar 539.682 dolar AS, menghukum tergugat untuk membayar bunga 0,5 persen perbulan atau 6 persen setahun dari 539.682 dolar AS dihitung sejak Agustus 1996 sampai utang dibayar lunas.

Kasus ini bermula tahun 1992, saat Tando yang sudah mengenal dekat dengan Nani meminjam dana sebesar 900.‎000 dolar AS. Lalu atas dasar kepercayaan, uang tersebut diberikan dengan itikad baik tanpa perjanjian tertulis, dan Tando menyerahkan sertifikat‎ hak guna banguna (SHGB) 289 sebidang tanah dan bangunan yang terletak di Jalan Mulawarman No 9, Selong, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan sebagai jaminan.

Selama medio 1993-1996, Tando membayar utangnya secara berangsur selama 17 kali dengan nilai cicilan pokok sejumlah 360.317 dolar AS dengan bunga 140.409 dolar AS dan berlangsung separuh jalan sampai 17 Juli 1996. Sehingga pinjaman masih tersisa 900.000 dolar AS dikurangi 360.317 dolar AS, yaitu 539.683‎ dolar AS.

Menurut Wilvridus, sejak tahun 1996 tidak ada pengembalian atas sisa pokok uang milik kliennya maupun keuntungan yang dijanjikan oleh Tando selaku tergugat dengan bunga 12 persen per tahun. Angka ini untuk masa tahun dari 1996 sampai 2016, dan jika ditotal pokok maupun bunga saat ini yang harus dibayar Tando sebesar Rp 90.444.870.000.

"Dalam hal ini Pokok pinjaman sebesar USD 539.683 atau Rp 7.321.879.261, lalu keuntungan yang dijanjikan Juli 1996 sampai Desember 2016 sebesar 6.159.937 dolar AS dalam rupiah Rp 83.159.149.500‎," jelasnya.

Dalam proses selanjutnya, kata dia, pada sidang mediasi disaat persidangan kedua tergugat menyanggupi akan membayar Rp 6 miliar, namun karena hal ini tidak sebanding dengan kerugian Nani, baik materiil maupun imateriil, maka, pihak Nani menolak hasil mediasi tersebut.

"Kami menolak hasil mediasi tersebut dan melanjutkan ke pokok materi gugatan," katanya.

Ia menambahkan juga bahwa sampai saat ini sertifikat HGB milik tergugat yang beralamat di Jalan Mulawarman No 9, Selong, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan masih dipegang oleh kliennya selaku penggugat, karena belum ada niat baik untuk menyelesaikan secara baik masalah ini.

"Apalagi setelah putusan ini keluar dan dinyatakan menang, tergugat justru mengajukan banding. Ini yang kami sesalkan juga. Bahwa meskipun memiliki hak hukum untuk mengajukan banding, tetapi dengan bukti-bukti yang ada seharusnya tergugat tinggal tunduk dan patuh pada putusan pengadilan dengan segera membayar seluruh hutang-hutangnya," pungkas Wili. [sam]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA