Rektor UMJ: Bahaya Kalau Penegakan Hukum KPK Didasari Dendam

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/widian-vebriyanto-1'>WIDIAN VEBRIYANTO</a>
LAPORAN: WIDIAN VEBRIYANTO
  • Rabu, 04 Oktober 2017, 20:01 WIB
Rektor UMJ: Bahaya Kalau Penegakan Hukum KPK Didasari Dendam
KPK/net
rmol news logo Putusan praperadilan merupakan keputusan final dan tidak bisa dilakukan proses banding. Artinya, putusan praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memenangkan Ketua DPR Setya Novanto wajib dipatuhi oleh KPK.

"Tapi kemudian polemik yang berkembang di masyarakat itu sepertinya jadi dendam, dendam lembaga, kalau cari-cari kesalahan pasti ketemu, kita dengan istri aja pasti ketemu kesalahan," kata pakar hukum pidana yang juga Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) ‎Syaiful Bakhri saat dihubungi wartawan, Rabu (4/10).

Syaiful menjelaskan bahwa ketidakadilan akan selalu terjadi jika penegakan hukum mengedepankan dendam. Ini tentu membahayakan juga bagi kehidupan bernegara.

"Sangat berbahaya, makanya pengusutan di dalam KPK itu, pertama tebang pilih, kedua ternyata SOP nya nggak ada, kok dipanggil pansus nggak mau datang, itu kan lembaga tinggi negara, Presiden aja dipanggil wajib datang," jelasnya.

Melihat cara kerja KPK yang serampangan dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka, Syaiful berkesimpulan bahwa KPK kini telah menjelma menjadi alat politik. Padahal, hakekat KPK itu adalah sub koordinasi dari lembaga penegak hukum seperti Polisi, Kejaksaa, dan Hakim.

"Menurut saya kalau memang sudah seperti itu kembali saja kepada Polisi dan Jaksa. Apalagi kalau kemudian kinerja (KPK) nggak bagus. Kembali Polisi dan Jaksa saja," tutupnya.‎[san]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA