Sengketa Lahan Gili Trawangan, Penggugat Hadirkan Ahli Hukum Perdata

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Selasa, 03 Oktober 2017, 02:51 WIB
Sengketa Lahan Gili Trawangan, Penggugat Hadirkan Ahli Hukum Perdata
Net
rmol news logo Pakar Ilmu Hukum Universitas Jambi Prof. Johni Najwan dihadirkan sebagai ahli hukum perdata oleh pengguggat Prajadi Agus Winaktu dalam  persidang perkara sengketa lahan seluas 8,1 hektare di kawasan wisata Gili Trawangan, Lombok Utara.

Keterangannya dibutuhkan untuk menjelaskan secara yuridis aturan perjanjian kerja sama antara penggugat dengan tergugat satu dalam hal ini Adi Nugroho yang diduga tidak menjalankan kesepakatan dalam Akta Perjanjian Kerja Sama Nomor 81 tertanggal 23 Desember 2010. Akta perjanjian itu telah dinyatakan sah dan saling mengikat antara penggugat dengan tergugat di hadapan notaris Petra Mariawati Ambrosius Imam Setiadji yang berkantor di Mataram.

Dalam perjanjian, lahan seluas 8,1 hektare yang dibeli dari pihak turut tergugat satu yakni PT Wanawisata Alam Hayati (WAH) adalah milik bersama antara penggugat dengan tergugat satu dengan komposisi pembagian masing-masing 50 persen. Namun, setelah lahan yang masih tercatat atas nama turut tergugat satu dibayar lunas, tergugat satu tidak juga menjalankan perjanjian. Dalam hal ini telah melakukan perbuatan ingkar janji atau wanprestasi) terhadap akta perjanjian kerja sama.

Terkait persoalan tersebut, Prof. Johni sebagai ahli mengungkapkan bahwa sahnya suatu perjanjian harus mengacu pada pasal 1320 KUHPerdata.

"Dalam pasal 1320 KUHPerdata harus ada syarat objektif dan subjektifnya. Jika persyaratannya telah terpenuhi maka perjanjiannya dapat dikatakan sah," kata Prof. Johni di Pengadilan Negeri Mataram (Senin, 2/10).

Namun, lanjutnya, kesepakatan itu dapat saja menjadi tidak sah jika dibuat karena adanya kekhilafan atau diperoleh dengan cara paksaan atau penipuan. Hal itu sesuai dengan yang diatur dalam pasal 1321 KUHPerdata. Bahkan, aturan tersebut turut dipertegas dalam pasal 1338 KUHPerdata.

Prof. Johni mengatakan, semua perjanjian yang sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuat kesepakatan. Karena itu, para pihak yang membuat perjanjian harus memahami asas yang berlaku dalam suatu perjanjian. Yang diantaranya asas kebebasan berkontrak, konsensualisme, kepastian hukum, itikad baik, dan asas kepribadian.

"Jadi sebenarnya kalau pihak tergugat satu punya itikad baik menjalankan perjanjian kerjasamanya saya pikir tidak akan ada tuntutan lebih dari pihak penggugat," ujar Prof. Johni yang juga rektor Universitas Jambi.

Dalam keterangannya, Febby Maranta selaku kuasa hukum penggugat menambahkan bahwa modal pembelian lahan seluas 8,1 hektare itu seutuhnya berasal dari kliennya, yakni sebesar Rp 13,9 miliar. Sementara, dalam harga jual beli yang diamanahkan kepada Adi Nugroho, lahan dibayarkan dengan harga Rp 11 miliar. [wah]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA