Diduga Janggal, Pembelian Kapal Pembangkit Listrik Patut Diperiksa

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Selasa, 15 Agustus 2017, 13:30 WIB
rmol news logo PT PLN (Persero) kerap membantah adanya kejanggalan dalam pengadaan kapal pembangkit listrik atau Marine Vessel Power Plant (MVPP). Dengan alasan tender sudah dilakukan terbuka dan ada kebutuhan listrik mendesak di daerah.

Ketua Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW) Junisab Akbar menjelaskan, ditambah dalih pemerintah sedang menggenjot pembangunan pembangkit listrik untuk memenuhi kebutuhan energi maka PLN terlihat menjadikan MVPP tameng sebagai pilihan tepat mengatasi kekurangan listrik.

Menurutnya, banyak kejanggalan dalam proses pengadaan sewa MVPP terhitung mulai dari jadwal tender dan rencana kerja syarat (RKS) yang kerap berubah serta dari awal yang harusnya skema Independent Power Producer Project (IPP) mendadak jadi sewa alat untuk ditempatkan di Sumatera Utara dengan kapasitas 250 MW, Sulawesi Selatan 200 MW, Kalimantan Selatan dan Tengah 200 MW serta Sulawesi Bagian Utara 120 MW. Namun PLN tetap terlalu sangat yakin seakan yang paling benar.

Dalam tender MVPP itu, PLN bekerja seperti teramat maksimal namun setelah terlihat hasilnya seperti sekarang. Maka tidak salah jika banyak yang menyatakan bahwa hal itu diduga kuat hanya untuk mensukseskan penyewaan kapal Turki. Saat penawaran tender dilakukan ada sekitar dua puluhan perusahaan yang resmi mendaftar ternyata hanya kapal Turki yang teramat cocok pada spesifikasi RKS yang ditetapkan PLN. Setelah tender selesai baru terkuak jika PT Tiga Lentera Abadi merupakan vendor kapal genset raksasa dari Turki.

Intinya, perusahaan Karpowership telah memenangkan tender 540 Megawatt dari PLN untuk pasok listrik di lima pulau berbeda di Indonesia selama lima tahun. Kapal powership pertama mulai beroperasi pada Januari 2016, lalu kapal kedua bulan Desember. Powership ketiga beroperasi April 2017 dan keempat Juni 2017. Di mana, PLN beli listrik Rp 1.850 per Kwh dari perusahaan tersebut.

"Jejak persoalan-persoalan kapal Turki terlihat nyata di Pakistan, Lebanon dan Ghana. Penuh persoalan," beber Junisab dalam keterangannya, Selasa (15/8).

Kasus penyewaan dua MVPP di Pakistan berujung korupsi sampai menjatuhkan perdana menteri Pakistan periode 2012-2013 Raja Pervaiz Ashraf dan makelar kapal Turki tersebut ditahan. Pemerintah Lebanon juga menemukan izin palsu pekerja kapal yang diduga dibuat oleh perusahaan Turki yang terkait dengan terorisme.

"Dari berbagai hal negatif tersebut sangat disayangkan jika jajaran petinggi PLN tidak bisa menyeleksi perusahaan yang terbukti banyak masalah. Malah seperti dibantu agar bisa memenangkan tender. Yang terakhir, mungkin ini tidak prinsip namun jadi tanda tanya, makelar beralamat kantor sama dengan Karpowership. Pak Jokowi yang tegas tidak mau ada makelar, malah disuguhi sajian makelar berkantor sama dengan yang dimakelari," jelas Junisab.

Ditambahkannya, harga beli listrik yang dilakukan PLN Rp 1.850 per Kwh juga masih patut untuk dipertanyakan. Sebab, harga jual di Pakistan jauh lebih murah.

"Jejaring kekuasaan di luar Presiden Jokowi kami endus bisa-bisa ikut cawe-cawe, maka Presiden Jokowi terlihat begitu tegas soal makelar di bidang kelistrikan," tutup Junisab yang pernah menjadi anggota Komisi III DPR RI. [wah] 

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA