Dengan ditolaknya permohonan tersebut maka kasus yang menjerat Hary akan tetap dilanjutkan. Dalam kasus ancaman ini, Hary telah berstatus sebagai tersangka.
"Mengadili, dalam pokok perkara menolak permohonan praperadilan dari pemohon," kata hakim tunggal Cepi Iskandar, di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (17/6).
Hakim juga menolak eksepsi pihak Hary Tanoe. Hakim menyatakan, penetapan tersangka terhadap Hary Tanoe oleh Bareskrim Polri sah dan sudah masuk pada pokok perkara dengan dua alat bukti yang cukup.
"Membebankan biaya perkara kepada negara nihil," sebut Cepi.
Terkait putusan tersebut, kuasa hukum Hary Tanoe, Munasir Mustaman mengaku kecewa lantaran Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) tidak diberitahukan kepada kliennya.
"Bukti-bukti yang diajukan, seperti saksi ahli yang menyatakan bahwa sms tersebut bukan ancaman juga dikesampingkan oleh hakim," jelas Munasir.
Ketua Umum Partai Perindo itu dikenakan Pasal 29 UU 11/2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) mengenai ancaman melalui media elektronik. Dia sudah diperiksa sebagai tersangka oleh penyidik Bareskrim.
Dalam kasus ini, Yulianto tiga kali menerima pesan singkat dari Hary Tanoe pada 5, 7, dan 9 Januari 2016.
Berikut isi pesan singkat dimaksud: "Mas Yulianto, kita buktikan siapa yang salah dan siapa yang benar. Siapa yang profesional dan siapa yang preman. Anda harus ingat kekuasaan itu tidak akan langgeng. Saya masuk ke politik antara lain salah satu penyebabnya mau memberantas oknum-oknum penegak hukum yang semena-mena, yang transaksional yang suka abuse of power. Catat kata-kata saya di sini, saya pasti jadi pimpinan negeri ini. Di situlah saatnya Indonesia dibersihkan."
Sementara Hary membantah telah mengancam Yulianto. "SMS ini saya buat sedemikian rupa untuk menegaskan saya ke politik untuk membuat Indonesia lebih baik, tidak ada maksud mengancam," ujar Hary Tanoe pada satu kesempatan
.[wid]