Hal itu diungkapkan Handang dalam persidangan lanjutan dengan agenda pemeriksaan terdakwa kasus dugaan suap pejabat Dirjen Pajak di Pengadilan Tipikor Jakarta, jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (13/6).
Awalnya Handang bertemu dengan Mohanan di sebuah restoran di Jakarta. Dalam pertemuan tersebut Mohanan menceritakan permasalahan pajak perusahaan tempatnya bekerja yakni restitusi pajak, Surat Tagihan Pajak Pertambahan Nilai (STP PPN) serta penolakan permohonan pengampunan pajak yang diajukan perusahaannya. Untuk sanksi dari tungakan pajak, Mohanan menambahkan satu jari. Saat itu STP PPN PT EK Prima sebesar Rp52 miliar dan sanksi hingga mencapai Rp78 miliar.
"Pak Mohanan memberikan kode 10 jari. Saya merespons maksudnya 10 jari itu 10 persen dari pokok pajak. Bukan hanya pokoknya, tapi 10 dengan sanksi. Dengan kode tangan dia bilang akan menambah satu. Totalnya jadi 6 (Miliar)," ungkap Handang.
Meski persenan biaya komisi untuk mengurus pajak sudah diutarakan Mohanan, Handang mengaku tidak merespons hal tarsebut.
"Itu bukan kewenangan saya. Saya hanya menerima apa yang dia sampaikan. Itu bukan kewenanhan saya. Setelah itu kami bicara tentang bisnis dia (Mohanan)," ujar Handang.
Dalam kasus ini, Handang Soekarno, didakwa menerima suap sebesar 148.500 dollar AS atau senilai Rp 1,9 miliar. Suap tersebut diterima Handang dari Country Director PT EK Prima Ekspor Indonesia (PT EK Prima) R Rajamohanan Nair.
Menurut jaksa, uang tersebut diberikan agar Handang selaku pejabat di Ditjen Pajak, membantu mempercepat penyelesaian permasalahan pajak yang dihadapi PT EK Prima. Uang suap Rp1,9 miliar tersebut merupakan bagian dari biaya komitmen yang dijanjikan yakni sebesar Rp6 miliar.
[san]