Penetapan buron ini atas permintaan tertulis Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Polri dan Interpol Indonesia hari ini (Kamis, 27/4) untuk memasukkan nama Miryam dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) terkait kasus dugaan pemberian keterangan palsu di persidangan kasus korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP).
Kuasa hukum Miryam, Aga Khan pun menyampaikan rencana pihaknya balas menyurati Polri.
'Dalam satu atau dua hari ini kami akan membuat surat ke Polri. Kami tidak perlu ditangkap,' ujar Aga Khan kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (27/4).
Menurut dia, KPK tidak menghargai proses praperadilan yang tengah diajukan Miryam. Seharusnya KPK lebih memprioritaskan penyelidikan kasus korupsi yang jelas-jelas merugikan uang negara.
"Bu Miryam ini kan cuma tersangka pemberian keterangan palsu. Bukan koruptor yang merugikan uang negara. Waktu kasus praperadilan Budi Gunawan aja KPK bisa kok menghargai itu. Kenapa sekarang tidak kepada Bu Miryam?" bela Aga.
Miryam akan menjalani sidang praperadilan pada 8 Mei mendatang. Hingga tanggal itu, paling tidak Aga berharap KPK bisa menghargai hak hukum kliennya dan menunda masa penyelidikan.
"Tanggal 24 (April) lalu saya sudah kirimkan surat kepada KPK untuk menunda penyelidikan karena praperadilan. Namun tanggal 26 KPK justru mengungkapkan kalau Bu Miryam kembali tidak menghadiri panggilan penyidik,' jelasnya.
Padahal KPK bisa mengonfirmasi keberadaan Miryam ke kuasa hukumnya. Menurut Aga, sejauh ini baru sekali dirinya dihubungi KPK via telepon ketika panggilan Miryam yang pertama.
"Kayanya KPK tidak memperhatikan kuasa hukum yang bersangkutan," ketus Aga.
Pasca ditetapkan sebagai tersangka, Miryam tidak memenuhi panggilan KPK pada 13 dan 18 April. Lalu 21 April Miryam mengajukan praperadilan dan kembali tidak menghadiri panggilan KPK pada Rabu (26/4). Hingga akhirnya KPK mengirimkan surat ke Polri, hari ini untuk memasukan Miryam ke dalam DPO.
[wid]
BERITA TERKAIT: