Juru Bicara KPK Febri Diansyah menjelaskan pihaknya bakal mempelajari materi gugatan Perhimpunan Sosial Candra Naya. Hal ini untuk menambah informasi terkait penyelidikan kasus yang pernah menyeret Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.
"Tentu saja, putusan yang putus beberapa waktu lalu akan kita pelajari dan lihat apa ada info yang berkolerasi dengan penyelidikan (di KPK)," kata Febri di Kantornya, jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (12/1).
Febri pihaknya membuka pintu untuk mendapatkan informasi mengenai penyelidikan kasus ini. Termasuk materi gugatan Perhimpunan Sosial Candra Naya serta bukti baru dari Badan Pemeriksa Keuangan. Menurut Febri, pihaknya mengapresiasi informasi yang diberikan terkait penyelidikan kasus dugaan korupsi pembelian lahan YKSW.
"Jika ada info, tim akan senang dan bekerja lebih keras dalami proses ini. Kami berpatokan pada unsur dan perkara sebagaimana kasus RS Sumber Waras," ucapnya.
Pada Juni 2016, perhimpunan Sosial Candra Naya melayangkan gugatan pembatalan pelepasan hak atas tanah Rumah Sakit Sumber Waras ke PN Jakbar. Dalam gugatan bernomor 330/Pdt.6/2016/PNJKTBRT itu Pemprov DKI Jakarta turut tergugat. Sementara YKSW sebagai tergugat.
Perhimpunan Sosial Candra Naya mengklaim lahan RS Sumber Waras merupakan milik dari perhimpunan yang semula bernama Perkoempoelan Sin Ming Hui. Dalam akte pendirian, Perkoempoelan Sin Ming Hui didirikan pada 26 Januari 1946.
Patmo Soemasto selaku ketua Perhimpunan Candra Naya sekaligus Ketua YKSW menghibahkan lahan bersertifikat hak milik dari Candra Naya ke YKSW tanpa persetujuan anggota, padahal keberadaan RS Sumber waras sebagai salah satu mewujud tujuan pendirian organisasi itu.
Sertifikat hibah yang dikeluarkan saat itu kemudian secara otomatis dianggap gugur karena tanpa melalui rapat umum anggota. Kemudian pada 1996, Patmo kembali menghibahkan dengan mekanisme yang sama, namun melalui rapat umum anggota sehingga dianggap sah. Tetapi, dua tahun kemudian, karena adanya gelombang demonstrasi karyawan RS Sumber Waras, sertifikat hibah kembali dibatalkan, dengan keputusan rapat umum anggota.
Kartini Mulyadi, sebagai Ketua YKSW tahun 2005, berulang kali mengirim somasi kepada Ketua Perhimpunan Sosial Candra Naya I Wayan Suparmin untuk memberikan sertifikat hak milik lahan. Kartini dalam hal ini mengacu pada sertifikat hibah tahun 1970 yang tidak dibatalkan melalui rapat umum anggota. Dengan alasan inilah, Kartini mengklaim lahan tersebut sudah dihibahkan kepada YKSW.
Kartini Mulyadi kemudian melaporkan I Wayan ke Bareskrim Mabes Polri dengan tuduhan penggelapan sertifikat hak milik lahan pada akhir 2014. Wayan pun mendekam di Rutan Salemba selama 148 hari dan sudah dibebaskan usai banding di Pengadilan Tinggi.
Pada 10 Januari 2017 lalu, majelis hakim PN Jakbar membatalkan gugatan Parhimpunan Sosial Candra Naya. Menurut majelis hakim berdasarkan bukti, fakta dan saksi ahli dalam persidangan tanah seluas 36 ribu meter persegi tersebut sah milik YKSW.
[ysa]
BERITA TERKAIT: