"Ironis, meskipun Indonesia merupakan negara yang konstitusinya berdasarkan ketuhanan yang maha esa, negara beragama namun mental penyelenggara kekuasaan kehakiman masih ada yang memprihatinkan, melanggar kode etik. Ini yang harus direvolusi," papar Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial Jaja Ahmad Jayus saat menghadiri Muspimnas I Gerakan Mahasiswa Kosgoro di Wisma Puspiptek, Tangerang Selatan, Rabu (21/12)
Jaja mengakui jika lembaganya memiliki keterbatasan melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap penegakan kehormatan dan kewibawaan hakim. Untuk itu, personil Komisi Yudisial ditambah dan kewenangan dalam undang-undang yang perlu diperkuat.
"Kami baru memprioritaskan pemantauan dan pengawasan dalam perkara yang disorot oleh publik," katanya.
Sementara itu, Ketua Umum DPN Gerakan Mahasiswa Kosgoro HM Untung Kurniadi menambahkan bahwa Indonesia butuh hakim yang berintegritas, jujur, adil, mumpuni, dan yang terpenting anti suap.
"Masih banyak hakim berperilaku busuk. Mental hakim busuk ini harus direvolusi sehingga harapan publik atas kehadiran pengadilan yang jujur dan adil dapat terwujud," katanya.
Untung memahami bahwa Komisi Yudisial memiliki keterbatasan personil sehingga tidak dapat memantau persidangan dan mengawasi seluruh hakim di setiap lembaga pengadilan. Makanya, dia mengaku siap bekerja sama dengan menjadi mata dan telinga bagi Komisi Yudisial. Yakni akan melaporkan perilaku hakim yang tidak terhormat serta melanggar kode etik.
"Kami dengan struktur hingga ke tingkat kabupaten dan kota siap membantu Komisi Yudisial melaporkan perilaku hakim yang tidak bermoral. Demi Indonesia yang lebih baik kami siap jadi intel Komisi Yudisial," jelas Untung.
Ditambahkannya, gerakan revolusi mental semakin relevan bagi bangsa Indonesia yang saat ini tengah menghadapi tiga problem pokok bangsa. Yaitu merosotnya wibawa negara, merebaknya intoleransi, dan melemahnya sendi-sendi perekonomian nasional.
[wah]