Berdasarkan pengalamannya memimpin kota Makassar, Danny Pomanto mengakui betapa keras perlawanan para koruptor dengan berbagai cara, bahkan intimidatif.
"Di awal menjabat, saya dulu misalnya mengaudit truk sampah. Kalau dihitung mereka seakan mengisi bensin tiap jam dan mengganti oli tiap hari. Lalu kita bereskan hal ini. Namun kemudian ada perlawanan, mereka menumpahkan sampah di jalanan," tutur Danny saat berbagi pengalaman dalam acara 'Diskusi Tematik Melawan Korupsi Melalui Pencegahan dan Pengendalian Konflik Kepentingan di Sektor Pendidikan dan Kesehatan," di kampus Bina Nusantara, Jakarta Barat, Selasa (29/11).
Perlawanan juga diterimanya saat membenahi sektor pendidikan. Sebelumnya dia memperoleh data bahwa untuk menduduki jabatan kepala sekolah perlu membayar Rp 70 juta. Sejumlah sekolah juga melakukan pungutan dan sejumlah penyimpangan lainnya. Untuk membenahi, ia mencopot banyak kepsek, termasuk di sekolah-sekolah favorit di Makassar.
"Rupanya pembenahan yang dilakukan ini diikuti oleh demonstrasi siswa dengan tidak mau masuk kelas. Setelah kami telusuri rupanya guru ikut terlibat menggerakkan siswa. Akhirnya kita beri peringatan jika ada kelas yang masih demo, maka guru kelas akan dipindahkan ke pulau. Besoknya langsung tidak ada demo," ulas Danny.
Tak berhenti disitu saja, rumah dinasnya bahkan pernah dilempari batu. Dari pengalaman tersebut, Danny mengakui bahwa tidak mudah untuk memberantas korupsi, tapi bukan berarti harus mundur.
Dirinya juga bisa saja tersangkut korupsi jika sejak awal menjabat tidak hati-hati dalam mengemban tugas. Jaringan koruptor di pemerintahan itu seperti kartel.
"Ibaratnya, saat kita jadi walikota kita disuguhi kopi, tapi tidak tahu itu kopi beneran atau campuran tanah. Maka kita perlu aduk dulu, jangan sampai kita seminum sesuatu yang sebenarnya racun," tambah Danny.
Makanya sejak awal dia sudah mendeklarasikan diri antikorupsi agar jajaran pejabat di bawahnya mengetahui visi walikota. Namun hal itu bukan lantas membuat para oknum pejabat yang sebelumnya sudah biasa korup sadar berbenah diri.
Kebijakan dia lainnya dengan memilih pejabat lain lewat lelang jabatan.
Hal senada juga diutarakan dosen Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta, Putra Perdana Ahmad Saifullo. Ia pun melihat korupsi sebagai kejahatan yang terorganisir, maka layak masuk dalam kategori extra ordinary crime. Ada empat indikator yang melekat pada extra ordinary crime, yaitu kejahatan dilakukan secara orgaisasi yang sistematis dan menggunakan modus canggih.
"Korupsi juga selalu terkait dengan kekuasaan serta berhubungan dengan nasib orang banyak karena selalu menggunakan dana yang seharusnya bisa memberi manfaat ke banyak orang,†ujar Putra.
Putra berharap agar semua orang harus hati-hati dengan korupsi, karena semua orang bisa tersangkut masalah ini. Dia mencontohkan banyak guru besar, dosen teladan, hingga pakar hukum pidana malah masuk penjara gara-gara korupsi.
[wid]
BERITA TERKAIT: